ada satu orang yang membuatku sangat penasaran.
Namanya Fatimah, umurnya sekitar 22 tahun, dia anak koas dari perguruan tinggi
negeri dari kota yang sama. Kebetulan aku jadi residennya. Wajahnya cantik dan
tatapannya teduh, dia juga berjilbab lebar berbeda dengan anak lainnya,
walaupun affairan aku pun sebenernya ada juga yang berjilbab, tapi tidak
seperti dia.
Tinggi semampai sekitar 165 cm, dengan tubuh yang
padat tidak kurus dan tidak gemuk, sesuai seleraku. Jilbabnya pun tidak mampu
menutupi lekukan dadanya, aku taksir kalau tidak 36B mungkin 36C. Tutur katanya
yang lembut dan halus benar-benar membuatku mabuk. Apalagi dia sangat menjaga
pergaulan. Sesekali aku coba berusaha bicara dengannya, tapi dia selalu
menundukkan wajahnya setiap bicara denganku. Dia pun tidak menyambut tanganku
ketika aku ajak untuk bersalaman. Kulit putihnya sangat halus ketika aku coba
perhatikan di pipi dan ujung tangannya, tahi lalat di atas bibir semakin
menambah kesan manis darinya. “Mah…kita makan bareng yuk, aku yang traktir.
ujarku berusaha membujuk untuk bisa pergi bareng.
Terima kasih Dok…saya dengan teman-teman saja.
Ujarnya halus. Jangan panggil Dok…panggil saja kak. “baik Dok…eh…kak”. “tapi
terima kasih tawarannya aku bareng teman saja…”, “kalau begitu sekalian ajak
saja teman kamu” setengah berharap dia mau menerima. “terima kasih Dok..eh kak,
nanti merepotkan, teman-temanku makannya banyak lho” sahut dia sambil tetap
menundukkan kepalanya. Kadang gurauan ringan itu yang tidak pernah aku dapatkan
dari pacarku atau teman affair-ku. aku tersenyum kecil mendengar alasannya yang
sangat lucu…humoris juga dia, “baiklah…mungkin lain kali” kataku “oh ya, jika
ada apa-apa masalah administrasi di sini atau masalah kerjaan jangan sungkan
bicara aja ya, nanti aku bantu” aku masih berusaha mencari celah.“Terima kasi
pak ehh..kak…
saya pamit” sambil berlalu Aku perhatikan dari
belakang, roknya yang juga lebar tidak bisa menutupi lekukan pantatnya yang
bergoyang mengikuti langkah kakinya..perfect…aku menggeleng. Dia berbeda sekali
dengan nita…anak koas 2 tahun lalu yang pernah aku perawani juga. Sama-sama
berjilbab walau tak selebar dia. Nita pun awalnya agak jual mahal…walau aku tau
dari cara memandangnya dia suka aku. Dengan beberapa rayuan akhirnya aku bisa
memerawani dia di sebuah hotel. Tidak dengan paksaan dan sangat mudah. Affair
kita berlalu dengan selesainya masa koas dia, juga karena dia tahu aku punya
affair juga dengan temannya. Dia berbeda sekali, sulit sekali menaklukannya.
Setiap aku melihat dia selalu aku lihat setiap geriknya, senyumnya, tawanya,
selalu terbayang. Saat aku sedang melamun tiba-tiba dari arah belakangku ada
yang memeluk dan terus menarikku. “Ngelamun nih…” dengan suara yang diparaukan.
“Mhh…Rasya…kamu nih ganggu saja” sambil melepaskan
pelukan dia. “kamu sekarang jarang ke ruangku lagi” rengeknya. Rasya ini sesama
dokter di sini, umurnya sekitar 27 tahun dan sudah bersuami. Sayangnya suaminya
bekerja di lepas pantai sehingga jarang bertemu dan memberikan nafkah bathin
padanya.Memang aku sering ke ruangnya dulu…sekedar bercumbu dengan bumbu oral
yang bisa membuat dia melayang. Tapi kami tidak pernah sampai melakukan jauh
karena dia pun tidak mau, ya akupun tidak memaksa. Yang penting ada penawaran
rindu dan bisa memuaskanku walau tidak sampai melakukan senggama.
“Aku sibuk Rasy…banyak yang melahirkan juga jadi
residen” ujarku sambil memegang pinggangnya.“tidak ada waktu untuk
aku?…sebentar saja…” lalu dia memagut bibirku dan selanjutnya kami pun
bercumbu. Satu persatu aku buka kancing blousenya aku temukan dua gunung kembar
yang jarang dijamah pemiliknya. Aku cumbu dan ciumi dengan lembut.
Tapi…sepintas aku ingat Fatimah lagi dan akupun menghentikan aktifitasku. “Kok
berhenti…” Rasya pasti sedang mulai terangsang. “Maaf Rasy…aku ga konsen banyak
pekerjaan…”. “Ya sudah…” ujarnya tersungut sambil mengancing kembali blousnya
terus berlalu.
Sore itu aku sedang membantu persalinan, sengaja aku
panggil Fatimah untuk mendampingiku. Wajahnya senang sekali karena jarang mendapat
kesempatan untuk mendampingi dokter saat persalinan seperti ini. Tidak mungkin
kan semua masuk, ya aku beralasan yang lain tunggu giliran. DIa berusaha
menjadi asistenku dengan baik, saat memberikan gunting aku sengaja pura-pura
tidak tahu menyentuh tangannya…tapi langsung dia tarik. Gagal lagi upayaku…tapi
aku sudah senang dengan melihat wajahnya dari dekat selama persalinan itu.
Sekeluar dari ruang bersalin “Terima kasih ya kak…jarang ada kesempatan
begitu…”. “Kamu mau aku bikin begitu…” sambilku melirik seorang ibu hamil yang
kebetulan lewat. “yee…ga lah, makanya cepet cari istri sana…”sambil tersenyum
dan berlalu. Aku kaget…kok dia tau ya…
Sore itu langit mendung dan gelap sekali. Hujan
mulai turun rintik-rintik, aku memacu mobilku ke luar ruang parkir. Aku melihat
Fatimah berlari keluar sambil menutupi kepalanya dengan tas agar tidak terkena
hujan.“kesempatan”…tin..tin..ku klakson dia. “Mau pulang? bareng aja
yuk…kayaknya mau hujan besar nih” selalu saja aku cari kesempatan. “Terima
kasih kak…aku naik angkot saja…sudah biasa kok” katanya. hujanpun makin
deras.“bener lho…ga apa-apa kok aku antar kamu sampe kos”.“Terima kasih kak, ga
enak kalau dilihat orang bisa jadi fitnah”mhh…gilaa…ini semakin membuatku jatuh
cinta sama dia, aku janji dalam hati, kalau saja aku bisa dapatkan dia aku akan
putuskan semua affairku, aku benar-benar jatuh cinta pada dia.
Keesokan harinya, aku harus membantu persalinan lagi
dan aku mencari Fatimah.“Fatimah tidak masuk hari ini dok” sahut Rinda teman
sekampusnya sambil membedong bayi di ruang bayi.“Dia sakit? aku mau minta
tolong bantu persalinan lagi” kataku.“Tidak tau dok…saya tidak dapat kabarnya”
sahutnya sambil melihatku dengan sopan. Aku lihat Rinda manis juga, berjilbab
lebar sama dengan Fatimah, walau tidak secantik Fatimah, Rinda bisa juga
dikatakan high quality. Tingginya paling hanya 155 atau 160 cm, tapi tubuhnya
proporsional. Dadanya tidak sampai terlihat betul lekukannya seperti Fatimah,
kulitnya kuning bersih, kacamata yang dia kenakan semakin membuatntya lebih
terlihat anggun. Aku pandangi seluruh tubuhnya, berbeda juga dengan Fatimah,
dia tidak sungkan untuk berbicara langsung dan melihatku, walaupun dia juga
sama-sama menjaga pergaulan. “Ya sudah kamu saja ya…bantu saya persalinan…”dia
tersenyum senang “Terima kasih dok…”
Keesokan harinya aku masih belum menemukan Fatimah.
akhirnya aku di bantu Rinda lagi “Kamu tau nomor telepon atau kos Fatimah
Rin..”
“Tidak dok…kita beda kos…kenapa gitu?” “atau
dokter…hihihi…suka sama dia ya” sahutnya sambil tersenyum “tidak…cuma dia itu
cekatan dan pintar…makanya saya suka sekali kalau diasisteni dia…lagian juga
dia ngga akan mau sama aku ini”. “Iya dok…banyak yang sudah mau khitbah
dia..tapi dia tidak mau…dia mau selesaikan dulu kuliahnya…dia itu baik dan
cantik lagi” sambil mengikuti langkahku di ruang persalinan. “Kamu juga
cantik…” aku mulai mengeluarkan racunku, kalau ga dapet yang poin 9 ya minimal
7 atau 8 juga tidak apa-apa. Yang penting aku pengen sekali bisa memerawani
wanita berjilbab lebar ini. Karena setauku mereka selalu menjaga diri dan
pergaulannya. Tantangan tersendiri untuk aku. Rinda tidak menjawab, hanya
tersenyum sambil menunduk.
Hari keempat baru kulihat Fatimah datang, namun tak
seperti biasanya. Biasanya Fatimah selalu ceria, kali ini tidak. Wajahnya
murung dan tatapannya kosong. Kulihat teman-temannya berusaha bertanya dan
berkumpul di sekitarnya. Entah apa yang mereka bicarakan terkadang Fatimah
tersenyum walau getir. Saat istirahat ku coba dekati. “Kamu sakit Mah?” “Nggak
kak” lemah sekali bicaranya “Kenapa kamu murung, ada masalah?” “ah nggak kok”
Fatimah mencoba tersenyum walau aku lihat tidak bisa menutupi kemurungannya.
“Ngga ada masalah cuma agak kurang sehat aja, maaf saya mau makan dulu kak”
sambil berlalu meninggalkanku. “Ya sudah kalau kamu ngga apa-apa, kalau kamu
butuh bantuan jangan ragu minta tolong ke aku ya” “iya kak, terima kasih”.
Esokan hari-nya hari jum’at, aku berencana pulang
agak cepat. Maksudku, aku mau tidur dulu sebelum agak malam nanti aku bangun
dan pergi clubbing di club terkenal di kota ini. Ketika aku sedang membereskan
buku dan berkas yang aku masukkan ke tas, tiba-tiba pintu kantorku di ketuk,
“Silahkan masuk”.“Maaf, apa saya mengganggu kakak…”
aku lihat sesosok wanita dengan kemeja pink berbalut
blazer putik khas dokter, jilbab pink dan rok putih. Cantik sekali dia
terlihat. Wajahnya sambil agak menunduk walau dia coba beranikan diri melihat
wajahku. “Ada apa Mah, tidak menggnggu kok, saya sedang membereskan berkas”
ujarku santai. “Ada yang bisa saya bantu?” “Kakak besok ada acara?” Aku
tersentak, tumben sekali dia bicara ini. “Tidak…tidak…ada apa? besok aku bebas
kok”
“Saya mau minta tolong, besok aku mau pindah kos,
apa kakak bisa bantu bawakan barang” “Oh…tentu, jam berapa?” “AKu tunggu di kos
ku ya kak, jam 9, sini alamatnya saya tuliskan dulu” Fatimah pun menuliskan
alamat pada secarik kertas di atas mejaku, aku terus memandanginya tanpa
berkedip. perfect girl.“Terima kasih kak, maaf sekali saya sudah merepotkan”
sambi memberikan kertas kepadaku, sedikit nakal aku pura-pura tidak sengaja
menyentuh tangannya. lembut sekali dan…tak seperti biasanya dia menarik
tangannya, kali ini dia membiarkan tanganku menyentuh tangannya. Fatimah pun
berlalu sambil meninggalkan gerak pinggul yang sangat menarik, “aku harus
memilikinya”.
Esokan harinya aku datang tepat waktu di alamat yang
sudah diberikannya. Sebuah rumah kos yang cukup besar walau agak tua, bangunan
inti pemilik rumah ada di depan, sedangkan bagian depannya gedung baru
berlantai 2 dengan pola bangunan khas tempat kos. Aku lihat beberapa orang
berkumpul dihalaman depan juga Fatimah dengan mengenakan jilbab putih, kemeja
biru dan rok panjang biru donker. “Kenapa pindah nduk…padahal ibu seneng kamu
di sini, kamu suka bantuin ibu” kata seorang wanita berumur lebih dari separuh
baya. “iya bu…aku mau cari suasana lain aja, supaya aku bisa tenang bikin
laporan”.
“Bu, kenalkan ini dokter Budi, yang bantuin saya
pindahan” sambil mengenalkan aku tanpa sedikitpun mengenalkan aku pada seorang
pria tua yang ada di sebelah ibu kosnya itu. Sama sekali wajahnya tidak
bersahabat.“Oala aku kira bojo mu nduk…gantenge…” ku tersenyum dalam hati
mendengarkan ucapan ibu kosnya itu.“ah ibu bisa aja…” Fatimah tersipu. Aku
berharap itu menjadi nyata, dan tidak hanya menjadi pacarnya tapi aku bisa
mengambil semuanya dari dia. Semua temannya berusaha membantu memasukkan kardus
ke dalam mobilku, tidak lama hanya 1 jam semua barang sudah dimasukkan.
Kami pun segera pamit, pertama kali dia duduk
bersebelahan denganku. AKu menancap gas stelah sebelumnya melambaikan tangan
dulu pada ibu kos itu dan teman-temannya, wajah pria tua yang aku kira adalah
suami dari ibu kos itu masih tetap tidak bersahabat. Mataku coba melirik nakal
padanya, tatapannya kosong melihat pemandangan di sekitar jendela. Lekukan
dadanya begitu nampak dan close up di hadapanku, napasnya naik turun semakin
membusungkan dadanya yang tertutup jilbab putihnya. Rok biru donkernya berbahan
lembut, sehingga gampang jatuh, aku lihat bagian tengah rok antara kedua
pahanya jatuh ke paha sehingga menampakkan bentuk pahanya yang jenjang dan
penuh.
Fatimah masih menikmati pemandangan sisi jalan dan
tidak sadar kalau aku memperhatikan tubuhnya. Aku memacu mobil menuju alamat
yang sudah dia beritahukan sebelumnya. Di perumahan itu, rumah type 21 yang dia
tempati. Luas tanahnya masih sangat luas belum termaksimalkan. Sisi kanan kiri
rumah masih kosong dan membuat jarak dengan rumah disampingnya. Aku pun segera
membantu menurunkan barang dan membereskan barang di rumah tersebut, hanya
berdua. aku pandangi wajahnya, perhatikan tiap lekuk tubuhnya yang membuat
penisku tegang.
Sore itu aku mandi di rumah kontrakannya, aku tidak
pernah lupa membawa alat mandi di mobilku. begitu juga Fatimah yang mandi
sebelum aku, meninggalkan bau harum menyengat di kamar mandi. “Kak, makan malam
di sini saja ya, sudah aku masakkan” tawarnya “Baik lah, pasti masakannya enak
sekali” timpalku, padahal aku masih ingin berlama-lama dengan dia. Selepas
makan malam kami pun bercengkrama. Semua barang telah kami rapihkan bersama,
hari itu aku habiskan waktu bersama. “Akhirnya selesai juga ya Mah, capek juga
ya” sahutku mencoba mencairkan suasana, sambil duduk di sebelahnya yang sedang
mengupaskan mangga untukku. Fatimah tersenyum manis sekali, “Iya kak, kakak
capek ya, mau aku suapin mangganya?”.aku kaget dengan tawarannya aku berusaha
tenang “boleh”.
Dia pun memberikan mangga yang ada ditangannya,
dengan nakal aku coba melahap mangga sampai ke jarinya, sehingga bibirku
menyentuh jarinya. Dia tarik jarinya dari mulutku pelan sekali, sambil
tersenyum. “oh god…sweet” ujarku dalam hati. “Mangganya manis…apalagi sambil
lihat kamu” aku memancing. Fatimah hanya tersenyum, “mau lagi?” tawarnya,
akupun mengangguk. Suapan kedua ini jarinya lebih lama berada di dalam mulutku.
Sengaja tidak aku lepaskan dan si empunya jari lentik itu tidak keberatan, dia
hanya diam menunggu. Tangan kiriku menyentuh tangan kanannya itu lembut, dia
tidak menolak. aku tempatkan telapak tangannya yang lembut di pipiku, sambil
menatap wajahnya. Wajahnya bersemu merah. Mata kami saling menatap, wajah kami
semakin mendekat…dekat dan dekat…sehingga aku rasakan nafasnya menentuh
wajahku.
Tangan kananku meraih dagunya yang lembut seolah
tidak ada tulang di dagunya itu. sedikit aku tarik dagunya sehingga bibirnya
terbuka, sengal nafasnya bisa aku rasakan. Ini mungkin rasanya seorang wanita
yang pertama kali melakukan kissing, wanita yang selama ini berusaha menjaga kehormatannya
dan tidak pernah disentuh siapapun sebelumnya. Matanya terkatup, cantik sekali
dia malam ini. Akupun mendekatkan bibirku dengan bibirnya, aku pagut lembut…dia
tidak membalas juga tidak menolak.Kembai aku pagut bibirnya, lembut dan manis
kurasakan. ku pagut bibir atas dan bawahnya bergantian. Kali ini dia mulai
merespon, dia membalas pagutanku dengan memagut bibirku juga.
Pagutan kami semakin liar, aku pindahkan kedua
tanganku disamping wajahnya dengan posisi jari jempol menempel ke pipinya yang
lembut.Keempat jariku berada di bawah telinganya yang masih tertutup jilbab.
aku semakin menarik wajahnya mendekatiku, kecupanku semakin liar yang aku yakin
membangkitkan gairahnya.
“mhh…ummm….aummmmm…” Kini tangan kiriku melingkari
leher hingga kepundak belakangnya, sedangkan tangan kananku menyusup melalui
bawah jilbab putihnya yang lebar kemudian mencari gundukan lembut tepat di
dadanya. Tangan kananku menyentuh sebongkah gundukan lembut yang masih tertutup
bra. “Mhh…payudara yang sangat indah”. Tangan kananku pun mulai meremas lembut
payudara itu. “ehhhmmm…mhhmhh…mmhhhhh” Fatimah kaget dan mendesah sambil tetap
berpagutan dengan bibirku.
Sekitar 2 menit meremas-remas dada kirinya, tangan
kananku mencoba mencari kancing kemejanya. Dan ku buka satu demi satu hingga
meninggalkan beberapa kancing bagian bawah yang tetap terpasang.Tangan kananku
lebih aktif lgi masuk ke dalam kemejanya, benar saja, gundukan itu sangat
lembut, ketika kulit tanganku bersentuhan dengan kulit payudaranya yang halus
sekali. Tanganku menyusup diantar bra dan payudaranya, meremas lembut dan
sesekali memilin putingnya yang kecil dan nampak sudah mengeras.
“mhhh…ummmmm,….aahhh,…mmhh…..m mmm….mmmmphh….” mulutnya terus meracau mencoba
menikmati setiap remasanku, matanya masih saja terpejam seolah dia tidak mau
melihat kejadian ini atau dia sedang berusaha benar-benar meresapi rangsangan
yang aku buat.
Aku tarik pundaknya sehingga tubuhnya terbaring ke
samping kiriku, dan aku pun menarik bibirku dari bibirnya dengan sedikit suara
kecupan yang menggambarkan dua bibir yang sudah lengket dan sulit dilepaskan.
“mhuachh…aahhh” wajahnya memerah dan matanya masih terpejam, cantik sekali.
Kini tangan kananku mengangkat jilbabnya ke atas, memberikan ruang agar
kepalaku bisa masuk kedalamnya. AKu mencium bau harum dari keringatnya yang
mulai mengalir. Dalam keremangan aku milihat leher jenjangnya yang putih dan
halus, tanpa membiarkan waktu berlalu aku segera mengecupnya lembut dan
kecupanku semakin ganas di lehernya “aahhh….eengg…ehhhh…aahhh ….aaa hhh….”
mulutnya tak berhenti meracau. Tangan kananya meraih belakang kepalaku dan
menekankan kepalaku agar semakin menempel di lehernya, sedangkan tangan kirinya
mendekap punggungku. Untungnya jarang rumah ini dengan rumah sebelah lumayan
jauh, sehingga desahan kami tidak terdengar oleh rumah sebelah. Aku tidak lupa
meninggalkan cupang di lehernya, lalu ciumanku pun turun ke dadanya. Tangan
kananku mencari sesuatu di balik punggungnya, ya kait bra.
Setelah aku dapatkan langsung aku lepaskan.
Terlepaslah bra yang selama ini menutupi keduap payudara indah itu agar tidak
meloncat keluar. lalu tangan kananku menarik bra agak ke atas ke leher Fatimah,
sehingga terpampang dua gunung kembar yang sangat mengagumkan. Benar saja 36C.
Aku mulai mencium payudara kanan Fatimah, aku lakukan masih di dalam jilbabnya,
dan akupun tidak melepas semua kancing kemejanya, sehingga tidak semua bagian
tubuhnya terlihat. Namun, itu membuat sensasi percintaan semakin terasa, tangan
kananku sibuk meremas payudara kananya yang saat ini sudah tidak berpenutup
lagi. “aaahhhh…kaaakk….ahhh…..m hhh…k ak…..aduuhh…..mhh….. ” Fatimah tidak kuat
menahan rangsangan ini, kepalanya menggeleng ke samping kanan dan kiri, tangan
kanannya semakin kuat membekap wajahku ke arah dadanya. Kini tangan kananku
melepas remasan di dadanya, mulai turun ke bawah, menyentuh kakinya yang masih
ber kaos kaki. tangan kananku menarik roknya menyusuri betis yang tertutup kaos
kaki panjang hampir selutut, setelah itu tanganku menemukan kulit halus yang
putih.
Tangan kananku menyusuri paha kirinya dan membuat
roknya terangkat sebatas perut. tangan kananku membelai-belai paha kirinya dan
ciumanku sekarang sudah mendarat di payudara kirinya. “ahhh…kaaaakkk….kakaaa….k
k…ahh …”, nafas Fatimah semakin tersengal-sengal, aku tidak lupa meninggalkan
cupang juga di payudara kirinya yang sangat lembut. Penisku semakin tegang.
Lalu aku tarik wajahku dari dadanya, aku duduk di samping tubuhnya yang
terbaring. Bulir keringat mulai membasahi wajahnya yang putih, nafasnya
tersengal, matany amasih terpejam, bibirnya terbuka sedikit. Rok bagian kiri
sudah terangkat sampai ke perut, menyisakan pemandangan paha putih jenjang nan
indah, namun betisnya tertutup kaos kaki yang cukup panjang. Tangan kananku
masuk ke bawah kedua lututnya, tangan kiriku masuk ke dalam lehernya, aku pun
memagutnya lagi dan dia faham apa yang aku maksud.
Dia kalungkan kedua tangannya ke belakang kepalaku.
“Jangan di sini ya sayang…kita masuk saja ke dalam…” ujarku sambil
mengangkatnya, birbir kami tak henti berpagutan. Lalu aku rbahkan tubuhnya ke
kasur busa tanpa dipan khas milik anak kos. nafasnya terus tersengal, kedua
tangannya meremas kain sprei kasurnya itu. Kini aku berada di kedua kakinya,
aku coba tarik roknya sampai sebatas perut dan aku kangkangkan kakinya.
Ciumanku mendarat di bagian bawah perut, “eenngg…ahhh…” aku tau dia merasa geli
dan terangsang hebat, sambil kedua tanganku mencoba menurunkan celana dalamnya.
Gerak tubuhnya pun tidak menggambarkan penolakan, bahkan dia agak mengangkat
pantatnya ketika tangan ku mencoba melepas celana dalamnya sehingga mudah
melewati bagian pantat dan tidak berapa lama terlepas sudah celana penutup itu.
Vagina muda berwarna pink yang sangat indah, ditumbuhi bulu halus yang rapih
tercukup. Baunya pun sangat wangi.
Tapi aku tidak ingin buru-buru, aku ingin Fatimah
membiasakan suasananya dulu. ciumanku jatuh ke pahanya, ke bagian sensitif paha
belakang sambil mengangkat kakinya ke atas. lalu pada saat yang tepat aku mulai
turunkan ciumanku di antara selangkangannya. “kaakk…ahh…”, aku mencoba
menjilati bagian luar vaginanya dari bawah ke atas, vagina itu mulai lembab dan
basah. Lalu aku renggangkan lebih luas lagi kakinya, dan aku sibak labia mayoda
dan labia minora vaginanya, aku temukan lubang ke wanitaan yang masih sempit
namun berwarna merah seakan bekas luka atau lecet. AKu tidak mempedulukan,
karena aku melihat cairan bening meleleh dari dalam lubang kewanitaan Fatimah,
lalu aku jilati dan lidahku pun nakal mencoba masuk ke dalam lubang kewanitaan
itu, terus mencari dan mencari…lalu kecupanku pindah ke atas menemukan benjolan
kecil tepat di bawah garis vagina atas, aku gigit-gigit kecil, aku cium aku
sedot, tidak ketinggalan tangan kananku mencoba sedikit demi sedikit masuk ke
vaginanya. “aahhhhh…uuhhh….mhh….phhh …ahhh …akakak…aahh..kakak…
aduuhh…aaahhh…ahhh…” kepalanya bergeleng tidak teratur ke kanan dan kekiri,
kedua tangannya semakin kuat menggenggam sprei yang dikenakan pada kasur busa
tersebut. ciumanku semakin kuat dan ganas, cairan kewanitaan semakin deras
keluar dari lubang kewanitaan Fatimah.
secara bergantian lidahku merangsang lubang vagina
dan clitoris, dan tangan kananku pun tidak tinggal dia. Jika lidahku sedang
merangsang klitoris maka jari tangan kananku berusaha meransang pubang vagina,
juga ketika lidahku bermain-main dan mencoba masuk lebih dalam ke lubang
vagina, jempol tanganku merangang dengan menggesek dan menekan-nekan clitoris
Fatimah. “aaahhh….aaaaa…uuuu…enhhh h…eee mmm…ahh…aaaa….” Tangan kananya
sekarang meremas-remas rambutku dan menekan kepalaku agar lebih dalam lagi
mengeksplorasi vaginanya. Sekitar 15 menit aku mengekplor vaginanya, dia
menjambak rambutku dan kemudian mendorongku. Sekarang posisi kami sama-sama
duduk, nafasnya tersengal-sengal tapi sekarang dia berani membuka matanya
menatapku, keringat mengucur dari tubh kami. Tiba-tiba bibirnya langsung
menyerbu bibirku, ciuman kali ini amat liar terkadang gigi kami beradu, lidah
kami saling bertukar ludah, lidahku coba masuk ke rongga mulutnya, menjilati
dinding-dinding mulutnya.
AKu sangat kaget ketika tangannya menarik kaosku ke
atas, melewati mulut kami yang tengah beradu, kemudian ciumannya turun ke
leherku dan ke dadaku. Tanganya tidak berhenti sampai di situ, dia mulai
membuka ikat pinggang celanaku, saat bibirnya masih menciumi dadaku, tangannya
menurunkan celanaku dan kemudian celana dalamku. Penisku yang diameternya 6 cm
dan panjangnya hampir 20 cm mengacung tegak, kini tangan kanannya menggengam
penisku, aku pun berdiri dan kini wajah ayunya berada di depan penisku hanya beberapa
senti saja. ku lihat dia menelan ludah, apa mungkin dia kaget dengan ukuran ini
atau mungkin dia masih ragu melakukan ini. Aku pegang kepalanya yang masih
menggunakan jilbab putih yang mulai kusut. kudekatkan penisku dengan bibirnya,
bibirnya masih terkatup ketika ujung penisku menempel pada bibirnya, mungkin
dia masih bingung apa yang dilakukannya. “Kulum sayang…ciumi sayang…ayo…” lalu
dia buka bibirnya sedikit dan mencium ujung penisku, kaku, tapi menimbulkan
sensasi yang dahsyat, selain karena bibirnya yang lembut, hangat dan basah
menyentuh ujung penisku, melihat seorang wanita yang masih berpakaian lengkap
dengan jilbabnya itu hal yang belum pernah aku rasakan sebelumnya.
“cuup..mppuhmm..uhhmm…” bibirnya berkali-kali mengulum ujung penisku, sedikit-demi
sedikit kulumannya semakin masuk. AKu lihat dia masih kaku dan belum lihai
melakukan itu, tapi bagiku sensasi luar biasa. “mhhh…aauuuummm…uummhh”
Akhirnya mulutnya berani memasukkan penisku, walau
tidak sampai masuk semua, karena penisku terlalu panjang dan itu akan
menyakitkannya. “shh…ahh…terus Mah…keluar masukin…” Fatimah pun mengikuti
perintahku dia memaju mundurkan kepalanya. “aahh…sayang…terus”…”mhh. .uhmm
hh..cuuupp..muuh” Fatimah terus melakukan aktifitasnya. hanya 5 menit lalu dia
berhenti. “Kak…Fatimah ngga tahan…” diapun menarik tubuhku dan aku kini
sama-sama duduk berhadapan. Aku tahu, dia dalam kondisi puncak, dia tidak dapat
lagi menahan libidonya, akupun merebahkannya dan menindihnya. AKu regangkan
kedua kakinya. Fatimah tampak pasrah dia memandangiku dan memperhatikan penisku
yang tepat dihadapan vaginanya. Aku lupa sesuatu, segera ku raih celanaku yang
tercecer di samping dan mengambil sesuatu di dompet. Ya, aku selalus edia
kondom di dompet setelah ku buka dan akan kupasangkan, Fatimah menampik
tanganku. “ngga usah pake itu kak…aku ingin jadi milik kakak seutuhnya” aku
tersentak dengan ucapannya “Kamu yakin Mah?” Fatimah mengangguk. Kini kuarahkan
ujung penisku mendekati lubang kewanitaannya “Tahan ya Mah…agak sakit…”
Tangan kananku menggenggam batang penis dan
digesek-gesekkan pada clitoris dan bibir kemaluan Fatimah, hingga Fatimah
merintih-rintih kenikmatan dan badannya tersentak-sentak. Aku terus berusaha
menekan senjataku ke dalam kemaluan Fatimah yang memang sudah sangat basah itu.
Perlahan-lahan kepala penisku menerobos masuk membelah bibir kemaluan Fatimah.
“Tahan kaak…sakii..t” dia merintih sambi menggigit bibir bawahnya. Aku pun
menghentikan kegiatanku sementara, sambil menunggu aku maju mundurkan kepala
penisku ke bibir kemaluannya supaya bibir kemaluannya mulai menyesuaikan.
Matanya masih terpejam dan terus menggigit bibir bawahnya, nafasnya tersengal.
Sedikit demi sedikit aku masukkan kembali, pelan tapi pasti.
Setiap penisku masuk Fatimah melenguh menahan sakit.
Vaginanya masih sempit tapi tanpa halangan penisku mulai masuk ke dalam. Dengan
kasar Aku tiba-tiba menekan pantatku kuat-kuat ke depan sehingga pinggulku
menempel ketat pada pinggul Fatimah. Dengan tak kuasa menahan diri dan
berteriak, mungkin sakit. Dari mulut Fatimah terdengar jeritan halus tertahan,
“Aduuuh!.., ooooooohh.., aahh…sakii…t..kaak..”, disertai badannya yang tertekuk
ke atas dan kedua tangan Fatimah mencengkeram dengan kuat pinggangku.
Beberapa saat kemudian aku mulai menggoyangkan
pinggulku, mula-mula perlahan, kemudian makin lama semakin cepat dan bergerak
dengan kecepatan tinggi diantara kedua paha halus gadis ayu tersebut.
Fatimah berusaha memegang lenganku, sementara
tubuhnya bergetar dan terlonjak dengan hebat akibat dorongan dan tarikan penisku
pada kemaluannya, giginya bergemeletuk dan kepalanya menggeleng-geleng ke kiri
kanan di atas meja. Fatimah mencoba memaksa kelopak matanya yang terasa berat
untuk membukanya sebentar dan melihat wajahku, dengan takjub. Fatimah berusaha
bernafas dan …:” “kaa..kk…, aahh…, ooohh…, ssshh”, sementara aku tersebut terus
menyetubuhinya dengan ganas. Fatimah sungguh tak kuasa merintih setiap kali Aku
menggerakkan tubuhku, gesekan demi gesekan di dinding liang vaginanya. Setiap
kali aku menarik penisnya keluar, dan menekan masuk penisku ke dalam vagina
Fatimah, maka klitoris Fatimah terjepit pada batang penisku dan terdorong masuk
kemudian tergesek-gesek dengan batang penisku yang berurat itu. Hal ini
menimbulkan suatu perasaan geli yang dahsyat, yang mengakibatkan seluruh badan
Fatimah menggeliat dan terlonjak, sampai badannya tertekuk ke atas menahan
sensasi kenikmatan yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata.
Sementara tanganku yang lain tidak dibiarkan
menganggur. Tanganku merengkuh punggungnya yang melengkung menahan nikmat,
kemudian aku sibak jilbabnya dan terlihat dua payudara indahnya yang masih
sembunyi dibalik kemeja yang sudha terbuka kancing bagian atasnya, branya pun
sudah tersingkap ke atas menambah sensualitas pemandangan saat itu. Aku pun
terus bermain-main pada bagian dada Fatimah dan Mencium dan kadang menggigit
kedua payudara Fatimah secara bergantian. Ia berusaha menggerakkan pinggulnya,
akan tetapi paha, bokong dan kakinya mati rasa. Tapi ia mencoba berusaha
membuatku segera mencapai klimaks dengan memutar bokongnya, menjepitkan
pahanya, akan tetapi aku terus menyetubuhinya dan tidak juga mencapai klimaks.
Ia memiringkan kepalanya, dan terdengar erangan panjang keluar dari mulutnya
yang mungil, “Ooooh…, ooooooh…, aahhmm…, ssstthh!”. Gadis ayu itu Semakin erat
mendekap kepalaku agar semakin rekat dengan payudaranya, aku tahu pelukan itu
adalah penyaluran dari rasa nikmat dan klimaks yang mungkin sebentar lagi dia
rasakan.
Kedua pahanya mengejang serta menjepit dengan
kencang, menekuk ibu jari kakinya, membiarkan bokongnya naik-turun
berkali-kali, keseluruhan badannya berkelonjotan, menjerit serak dan…, akhirnya
larut dalam orgasme total yang dengan dahsyat melandanya, diikuti dengan suatu
kekosongan melanda dirinya dan keseluruhan tubuhnya merasakan lemas seakan-akan
seluruh tulangnya copot berantakan. Fatimah terkulai lemas tak berdaya di atas
kasur dengan kedua tangannya terentang dan pahanya terkangkang lebar-lebar
dimana penisku tetap terjepit di dalam liang vaginanya. Itu lah pertama kali dia
merasakan indahnya orgasme. Selama proses orgasme yang dialami Fatimah ini
berlangsung, memberikan suatu kenikmatan yang hebat yang dirasakan olehku,
dimana penisku yang masih terbenam dan terjepit di dalam liang vagina Fatimah
dan merasakan suatu sensasi luar biasa, batang penisku serasa terbungkus dengan
keras oleh sesuatu yang lembut licin yang terasa mengurut-urut seluruha
penisku, terlebih-lebih pada bagian kepala penisku setiap terjadi kontraksi
pada dinding vagina Fatimah, yang diakhiri dengan siraman cairan panas.
Perasaanku seakan-akan menggila melihat Fatimah yang begitu cantik dan ayu itu
tergelatak pasrah tak berdaya di hadapannya dengan kedua paha yang halus mulus
terkangkang dan bibir kemaluan yang kuning langsat mungil itu menjepit dengan ketat
batang penisku.
Tidak sampai di situ, beberapa menit kemudian Aku
membalik tubuh Fatimah yang telah lemas itu hingga sekarang Fatimah setengah
berdiri tertelungkup di dipan dengan kaki terjurai ke lantai, sehingga posisi
pantatnya menungging ke arahku. Aku ingin melakukan doggy style, tanganku kini
lebih leluasa meremas-remas kedua buah payudara Fatimah yang kini menggantung
ke bawah, tangunku menyusup lewat kemeja bagian bawah. Dengan kedua kaki
setengah tertekuk, secara perlahan-lahan aku menggosok-gosok kepala penisku
yang telah licin oleh cairan pelumas yang keluar dari dalam vagina Fatimah dan
menempatkan kepala penisku pada bibir kemaluan Fatimah dari belakang. Dengan
sedikit dorongan, kepala penisku tersebut membelah dan terjepit dengan kuat
oleh bibir-bibir kemaluan Fatimah, Fatimah melengguh agak kencang..”aahhgg….”
ketika penisku mulai menyeruak ke dalam vaginanya lagi. Kedua tanganku memegang
pinggul Fatimah dan mengangkatnya sedikit ke atas sehingga posisi bagian bawah
badan Fatimah tidak terletak pada dipan lagi, hanya kedua tangannya yang masih
bertumpu pada kasur. Kedua kaki Fatimah dikaitkan pada pahaku. Kutarik pinggul
Fatimah ke arahku, berbarengan dengan mendorong pantatnya ke depan, sehingga
disertai keluhan panjang yang keluar dari mulut Iffa, “Oooooooh…aahh…shhh…ahh….
!”, penisku tersebut terus menerobos masuk ke dalam liang vaginanya dan Aku
terus menekan pantatnya sehingga perutnyaku menempel ketat pada pantat Fatimah
yang setengah terangkat. Aku memainkan pinggulnya maju mundur dengan cepat
sambil mulutku mendesis-desis keenakan merasakan penisku terjepit dan
tergesek-gesek di dalam lubang vagina Fatimah yang ketat itu.
“Ahh…ahhh…aahh…kak..a.duu u..hh …mhh…teruss…” mulutnya terus mengaduh, tanda
nikmat tiada tara yang dia rasakan. Tubuhny amaju mundur terdorong desakan
penisku. Karena bagian pantat lebih tinggi dari kepala sehingga kemejanya turn
ke bawah memperlihatkan pungguh mulus dan putih yang sebelumnya tidak pernah
dilihat siapapun.
Tangannya sambil terus meremas seprei dan merebahkan
kepanaya di kasur. “shhh…ahh..kakk…aahh..adu uhh…k ak….” semakin kencang
teriakannya semakin menunjukkan kalau dia akan merasakan klimaks untuk kedua
kalinya. AKupun mempercepat doronganku. “terus..kak…ahh…jangan
berhenti…ahh…kak,…” Fatimahmeracau semakin tidak karuan. Dan….diapun
mendongakkan kepalanya ke atas disertai lengguhan panjang “aaaaaaa……….hhhhhh….”
dia klimaks untuk kedua kalinya. AKu cabut penisku dari lubang vaginanya, aku
lihat cairan bening semakin banyak meleleh dari vaginanya. Tubuhnya melemas dan
lunglai ketika aku lepaskan. Navasnya tersengal, pakaian dan jilbabnya kusut
tak karuan. Keringat membuat pakaian dia yang tidak dilepas sama-sakeli menjadi
basah. Namun dia memang wanita yang pandai merawat tubuhnya, bahkan keringatnya
pun harum sekali baunya. Setelah aku biarkan dia istirahat beberapa menit
sambil meresapi orgasme untuk keduakalinya. Kemudian Aku merubah posisi
permainan, dengan duduk di sisi tempat tidur dan Fatimah kutarik duduk
menghadap sambil mengangkang pada pangkuanku. Aku menempatkan penisku pada
bibir kemaluan Fatimah yang tampak pasrah dengan perlakuanku, Lalu aku
mendorong sehingga kepala penisku masuk terjepit dalam liang kewanitaan
Fatimah, sedangkan tangan kiriku memeluk pinggul Fatimah dan menariknya merapat
pada badanku, sehingga secara perlahan-lahan tapi pasti penisku menerobos masuk
ke dalam kemaluan Fatimah. Tangan kananku memeluk punggung Fatimah dan
menekannya rapat-rapat hingga kini badan Fatimah melekat pada badanku. Kepala
Fatimah tertengadah ke atas, pasrah dengan matanya setengah terkatup menahan
kenikmatan yang melandanya sehingga dengan bebasnya mulutku bisa melumat bibir
Fatimah yang agak basah terbuka itu.Dengan sisa tenaganya Fatimah mulai memacu
dan terus menggoyang pinggulnya, memutar-mutar ke kiri dan ke kanan serta
melingkar,
sehingga penisku seakan mengaduk-aduk dalam
vaginanya sampai terasa di perutnya. Karena stamina yang sudha terkuras dengan
dua klimaks yang didapatnya, goyangan Fatimahs emakin melemah. Aku pindahkan
kedua tanganku ke arah pinggannya dan tanganku mulai membantu mengangkat dan
mendorong pinggul Fatimah agar terus bergoyang. Aku ihat penisku timbul
tenggelam dibekap lubang vaginanya yang hangat. Rintihan tak pernah berhenti
keluar dari mulutnya. “shh…ah…sshhh…ahhh..” Goyangannya teratur, setelah sekian
lama dengan posisi itu, Fatimah mulai bangkit lagi libidonya, dengan tenaga
sisa dia mulai membantu tangaku dengan menggerakkan pinggulnya lebih cepat
lagi. Kedua tangannya kini merangkul kepalaku dan membenamkannya ke kedua gunug
kembarnya yang besar dan halus. Aku tahu dia akan mengalami klimaksnya yang
ketiga. Aku kulum dan lumat payudaranya, kepala Fatimah menengadah merasakan
nikmat yang tiada tara atas rangsangan pada dua titik tersensitifnya. Tak
berselang kemudian, Fatimah merasaka sesuatu yang sebentar lagi akan kembali
melandanya. Terus…, terus…, Fatimah tak peduli lagi dengan gerakannya yang agak
brutal ataupun suaranya yang kadang-kadang memekik lirih menahan rasa yang luar
biasa itu. Dan ketika klimaks itu datang lagi, Fatimah tak peduli lagi,
“Aaduuuh…,
eeeehm..ahh…kaa..kk…aahhh…”, Fatimah memekik lirih
sambil menjambak rambutku memeluknya dengan kencang itu. Dunia serasa berputar.
Sekujur tubuhnya mengejang, terhentak-hentak di atas pangkuanku. Kemudian
kembaliku gendong dan meletakkan Fatimah di atas meja dengan pantat Fatimah
terletak pada tepi dipan dan kasur, kedua kakinya terjulur ke lantai. Aku
mengambil posisi diantara kedua paha Fatimah yang kutarik mengangkang, dan
dengan tangan kananku menuntun penisku ke dalam lubang vagina Fatimah yang
telah siap di depannya. Aku mendorong penisku masuk ke dalam dan menekan
badannya. Desah nafasnya mendengus-dengus seperti kuda liar, sementara goyangan
pinggulnya pun semakin cepat dan kasar. Peluhnya sudah penuh membasahi sekujur
tubuhnya dan tubuh Fatimah yang terkapar lemas dan pasrah terhadap apa yang
akan aku lakukan. Badan gadis itu terlonjak-lonjak mengikuti tekanan dan
tarikan penisku. Fatimah benar-benar telah KO dan dibuat benar-benar tidak
berdaya, hanya erangan-erangan halus yang keluar dari mulutnya disertai
pandangan memelas sayu, kedua tangannya mencengkeram Sprei. Dan aku sekarang
merasa sesuatu dorongan yang keras seakan-akan mendesak dari dalam penisku yang
menimbulkan perasaan geli pada ujung penisku. Aku mengeram panjang dengan suara
tertahan, “Agh…, terus”, dan pinggulku menekan habis pada pinggul gadis yang
telah tidak berdaya itu,sehingga buah pelirku menempel ketat dan batang penisku
terbenam seluruhnya di dalam liang vagina Fatimah. Dengan suatu lenguhan
panjang, “Sssh…, ooooh!”,
sambil membuat gerakan-gerakan memutar pantatnya,
aku merasakan denyutan-denyutan kenikmatan yang diakibatkan oleh air maninya ke
dalam vagina Fatimah. Ada kurang lebih lima detik aku tertelungkup di atas
badan gadis ayu tersebut, dengan seluruh tubuhku bergetar hebat dilanda
kenikmatan orgasme yang dahsyat itu. Dan pada saat yang bersamaan Fatimah yang
telah terkapar lemas tak berdaya itu merasakan suatu hangat dari pancaran
cairan kental hangat ku yang menyiram ke seluruh rongga vaginanya. Aku
melihatnya lemas dengan jilbab dan pakaian yang sudah nggak keruan bentuknya
lagi. aku melihatnya menunduk sedih sambil menangis. Aku faham, gadis seperti
dia tidak mungkin mudah untuk melakukan hal ini, tapi kali ini aku benar-benar
membuatnya tak berdaya dan mengikuti nafsu duniawi. “Kak…” dia membuka
perakapan ditengah hening kami menikmati pertempuran yang baru saja selesai.
“Ya sayang…” sambil ku peluk dia. “Kakak mau tanggung jawab kan?”
“Kakak mau menikahi Fatimah kan?” parau suaranya
terdengar. Aku tersentak aku tak menyangka kalau dia langsung mengatakan itu.
Tapi aku benar-benar tidak tega melihat kondisinya yang sudah menyerahkan
semuanya kepadaku. Aku pun ingin memilikinya dan mengakhiri semua kebiasan
burukku. AKu berjanji meninggalkan pacarku kalau dia mau menikah denganku,
kenyataannya sekarang itu sudah di depan mata.“i..iya..Mah…kakak akan tanggung
jawab…kakak akan menikahi kamu” sahutku. Dalam wajah sedihnya kuliah bibirnya
menyunggingkan sedikit senyum. Dan kamipun tertidur dengan saling memeluk
seakan berharap agar pagi tak segera hadir. Semenjak kejadian pertama ini,
Fatimah jadi agresif dalam hal bercinta.Terkadang dia sendiri yang meminta
dientot tanpa aku minta.Berbagai gaya sudah kami coba. Selang berapa tahun kemudian
kami menikah dan mempunyai anak satu perempuan.