Cerita asliku ini adalah cerita
yang ke-dua setelah cerita pertamaku yang sudah dimuat di Rumah Seks dengan
judul Ibu Lia dengan Rasa juice melon. Sebenarnya aku punya banyak sekali kisah
petualanganku dengan wanita-wanita yang pernah aku cintai.
Dan yang pasti hampir semua wanita yang aku kencani, biasanya aku gunakan alat atau bahan dari buah-buahan, madu, dan lain-lain. Dan kali ini aku menggunakan dua irisan mentimun. Ini dia kisahku.
Dan yang pasti hampir semua wanita yang aku kencani, biasanya aku gunakan alat atau bahan dari buah-buahan, madu, dan lain-lain. Dan kali ini aku menggunakan dua irisan mentimun. Ini dia kisahku.
Pada saat
aku bekerja di sebuah perusahaan besar dikawasan kota Denpasar yang bergerak di
bidang penjualan mobil-mobil baru kira-kira tiga tahun yang lalu, disanalah aku
kenal banyak wanita-wanita cantik yang hampir setiap hari aku jumpai. Mulai
dari wanita yang keibuan sampai dengan wanita yang haus akan kebutuhan
laki-laki.
Ketika aku
hendak pulang dari kantor, kira-kira pukul 05.00 WITA, datang sepasang suami
istri yang bermaksud untuk melihat mobil baru yang dipajang di dalam ruang
pameran. Kemudian setelah kami berbincang-bincang agak cukup lama, akhirnya
Bapak Lilis dan Ibu Lilis menyepakati untuk membeli satu unit mobil keluaran
terbaru dan saya berjanji untuk mengirimkannya pada esok hari.
Hari Sabtu
kira-kira pukul 10.00 WITA, sesuai dengan janji saya untuk mengirimkan satu
unit mobil ke Bapak Lilis. Dengan seorang sopir perusahaan, lalu saya bergegas
meluncur ke rumah Bapak Lilis.
“Selamat
Pagi.., Bapak Lilis ada..?” tanyaku kepada pembantunya yang membukakan pintu
depan rumah Bapak Lilis.
“Bapak sedang jemput tamunya di Airport. Maaf bapak siapa..?” tanya pembantunya sambil memperhatikan aku.
“Saya Dimas.. Dari xx Company mau hantarkan Mobil baru untuk Ba..?” belum sempat habis keterangannku kemudian Ibu Lilis datang dari arah tangga rumahnya.
“Ooh.. Bapak Dimas.. Mari masuk..?” sahut Ibu Lilis mempersilahkan aku masuk ke ruang tamunya.
Dengan
pakaian senam yang masih menempel ditubuh Bu Lia sambil menyeka keringat dengan
handuk putihnya nampak sexy sekali dan tampak lebih muda dari usianya. Yang aku
perkirakan umurnya tidak lebih dari 32 tahun. Sementara itu pembantunya diberi
kode untuk membuatkan aku dan sopirku suguhan orange juice, lalu Ibu Lilis
masuk ke kamarnya untuk mengganti pakaian.
“Sesuai
dengan permintaan Bapak dan Ibu, ini kami kirimkan mobil sesuai dengan warna
yang Ibu minta kemarin dan tolong di cek keadaan mobil sekaligus nanti akan
saya perkenalkan cara pemakaian berikut dengan garansinya.”
Dengan
penuh teliti Ibu Lilis memperhatikan unit mobinya sambil minta pengarahan
mengenai spec mobilnya.
“Dari cara
Ibu pegang persenelingnya, nampaknya Ibu sudah berpengalaman naik Mobil. Hanya
saja untuk melepas hand rem-nya Ibu tekannya kurang keras. Jadi hand rem-nya
nggak bisa turun. Maklum mobil baru Bu..!” jawabku menjawab pertanyaan Ibu
Lilis. Yang ternyata jawabanku membuat wajah Ibu Lilis memandangiku serius.
“Saya
merasa nyaman duduk di mobil ini, dan bagaimana kalau saya coba dulu, tapi
tolong ditemani ya.. Agak takut juga soalnya mobil baru..?” pinta Ibu Lilis
dengan suara khasnya.
“Jangan khawatir Bu, mobil ini bergaransi tiga tahun dan saya siap menemani Ibu untuk mencobanya.”
“Jangan khawatir Bu, mobil ini bergaransi tiga tahun dan saya siap menemani Ibu untuk mencobanya.”
Dalam
perjalanan mengitari pantai di Kuta akhirnya obrolanku dengan Ibu Lilis semakin
akrab. Dan aku menawarkan ke Ibu Lilis untuk membeli variasi dan acesoris untuk
mempercantik mobilnya.
“Nanti
mobil ini kan.. Dipakai ibu sendiri.., jadi tinggal tambah sedikit acesoris,
saya yakin penampilan Mobil ini sama cantiknya dengan penampilan yang
mengendarainya.”
Dengan
senyumannya yang susah untuk diartikan akhirnya Ibu Lilis mempertimbangkan
penawarannku. Aku berharap Ibu Lilis menyetujui ideku, sebab aku bisa lebih
banyak cerita dan mendapat fee dari pembelian acesoris di toko langgananku.
Seperti
biasa kalau pada hari senin biasanya orang-orang malas untuk bekerja, demikian
juga denganku. Karena hari minggu kemarin seharian aku di kampung karena ada
upacara Agama, dan sangat melelahkan untuk kembali ke Denpasar sebab jarak
kampungku dengan tempat aku bekerja di Denpasar cukup jauh. Kira-kira dua jam
baru sampai. Dan pada hari senin itu aku mendapat telpon dari temanku dan
katanya ada seorang wanita yang nunggu aku di counter. Kemudian aku bergegas
turun dari ruanganku di lantai atas.
“Oh.. Ibu
Lilis.. Selamat pagi.. Apa khabar..?” tanyaku kepada Ibu Lilis dengan perasaan
kaget dan khawatir.
Kaget
karena Ibu ini tidak menelpon aku terlebih dahulu kalau dia mau ke kantor, dan
khawatir kalau mobil yang aku kirim hari Sabtu bermasalah.
“Baik..!”
jawab Ibu Lilis singkat.
“Bisa saya bantu Bu..” tanyaku ke Ibu Lilis sambil memperhatikan pakaian yang menempel cocok dengan tubuh Ibu Lilis yang seperti foto Model iklan. Sungguh anggun dengan kaca mata merek Versace yang siselipkan diantara rambutnya yang disemir merah keemasan. Wajah yang cantik sesuai dengan pakaian feminim layaknya seperti wanita karir dengan rok mini-nya terlihat jelas bulu halus tertata rapi dikakinya.
“Bisa saya bantu Bu..” tanyaku ke Ibu Lilis sambil memperhatikan pakaian yang menempel cocok dengan tubuh Ibu Lilis yang seperti foto Model iklan. Sungguh anggun dengan kaca mata merek Versace yang siselipkan diantara rambutnya yang disemir merah keemasan. Wajah yang cantik sesuai dengan pakaian feminim layaknya seperti wanita karir dengan rok mini-nya terlihat jelas bulu halus tertata rapi dikakinya.
“Begini
Pak Dimas.. setelah saya pikir-pikir kemarin mengenai pemasangan dan pembelian
acesoris, saya memutuskan untuk mengikuti saran dari Bapak Dimas. Jadi hari ini
saya datang kesini untuk menjelaskan itu dan saya berharap kalau Bapak tidak
ada jadwal atau acara, biar Bapak Dimas yang mengantarkan saya ke toko variasi
langganan Bapak”. Pinta Ibu Lilis.
“Kebetulan hari ini saya tidak ada jadwal, jadi saya siap untuk mengantarkan Ibu. Tapi tolong jangan resmi gitu manggil saya Bapak. Panggil saya Dimas aja Bu.. Ya..?” pintaku kepada Ibu Lilis karena aku merasa risih dipanggil Bapak. Karena umurku masih 30 tahun dan dibawah umur Ibu Lilis.
“Kebetulan hari ini saya tidak ada jadwal, jadi saya siap untuk mengantarkan Ibu. Tapi tolong jangan resmi gitu manggil saya Bapak. Panggil saya Dimas aja Bu.. Ya..?” pintaku kepada Ibu Lilis karena aku merasa risih dipanggil Bapak. Karena umurku masih 30 tahun dan dibawah umur Ibu Lilis.
Karena
cukup lama pemasangan acesoris yang dilakukan oleh sebuah toko variasi, maka
kesempatan itu aku pakai ngobrol dengan Ibu Lilis yang aku baru tahu kalau Ibu
Lilis mempunyai perasaan yang sama untuk mencapai satu tingkatan arti dari
sebuah pertemuan yang membawa aku dan Ibu Lilis ke sebuah episode kisah
romantisme yang sulit untuk dilupakan sampai akhir.
Setelah
mobil selesai terpasang, aku dan Ibu Lilis keluar dari toko variasi dan Ibu
Lilis mengajakku untuk makan siang bersama di sebuah restoran. Namun aku
halangi ke tempat restoran yang Ibu Lilis tunjukkan.
“Saya
punya teman baru buka restoran.. bagaimana kalau kita kesana untuk mencoba menu
barunya. Barangkali ada yang istimewa disana..?” kataku sedikit bohong karena
restoran yang aku sebutkan diatas adalah restoran dengan hotel yang biasa aku
pakai untuk kencan dengan mantan pacarku dulu.
Selagi
makan siang, aku kasih kode kepada waiters untuk memesan kamar. Ketika Ibu
Lilis membayar Bill-nya ke Kasir, aku ambil kunci kamar no 102 untuk short
time.
“Bu..
Karena baru jam 02.00 bagaimana kalu kita ngobrol lagi di sebelah restoran
ini.?” Tanpa sempat bertanya tangan Ibu Lilis sudah aku gandeng untuk masuk
kamar 102.
“Dimas.. Kamu nakal ya..?” demikian tanya Ibu Lilis.
“Sedikit Bu.. Tapi asyik kalau kita ngobrol nggak dilihat orang-orang disekitar.” jawabku mengalihkan perhatiannya.
“Dimas.. Kamu nakal ya..?” demikian tanya Ibu Lilis.
“Sedikit Bu.. Tapi asyik kalau kita ngobrol nggak dilihat orang-orang disekitar.” jawabku mengalihkan perhatiannya.
Sambil
kusentuh halus jari jemarinya sebab menurut pengalamanku orang yang berbintang
virgo seperti Ibu Lilis ini, rangsangan plus-nya ada di telapak tangan selain
rangsangan bagian lainnya yang umum dipunyai seorang wanita.
“Mmmh kamu
romantis ya Dim..?” tanya Ibu Lilis mungkin karena rambut yang terurai rapi
sebahu itu aku sentuh dengan tanganku lalu aku cium rambutnya yang harum bak
kembang setaman yang membuat bibir Ibu Lilis berkata seperti itu.
“Terus terang aku paling senang memperlakukan wanita seperti ini Bu.. Tanpa dibuat-buat. Walau kadang pendapat orang bilang kalau sudah ketemu wanita cantik pasti nafsunya yang nomer satu. Tapi bagiku, perasaan yang muncul dulu baru nafsu. Sebab dulu aku pernah satu kali ke lokalisasi dengan nafsu namun rasanya hambar. Nikmatnya hanya sekejab. Lain dengan perasaan. Begitu mempesona dan mengasyikkan. Atau.. Ibu mau membedakan mana perasaan dan mana nafsu..?” tanyaku sambil melirik matanya di sela rambut yang tersingkap oleh hembusan angin AC di ruangan 102.
“Terus terang aku paling senang memperlakukan wanita seperti ini Bu.. Tanpa dibuat-buat. Walau kadang pendapat orang bilang kalau sudah ketemu wanita cantik pasti nafsunya yang nomer satu. Tapi bagiku, perasaan yang muncul dulu baru nafsu. Sebab dulu aku pernah satu kali ke lokalisasi dengan nafsu namun rasanya hambar. Nikmatnya hanya sekejab. Lain dengan perasaan. Begitu mempesona dan mengasyikkan. Atau.. Ibu mau membedakan mana perasaan dan mana nafsu..?” tanyaku sambil melirik matanya di sela rambut yang tersingkap oleh hembusan angin AC di ruangan 102.
Ketika
pikiran Ibu Lilis masih menerawang jauh, kudekatkan bibirku dengan bibir
sensualnya Ibu Lilis dan mulai terasa hangat ketika lidah kami saling sedot dan
bermain-main. Kemudian pelan-pelan aku lepas ciumanku untuk mengambil dua
irisan mentimun yang aku ambil ketika aku makan siang tadi. Kusuruh Ibu Lilis
untuk memejamkan matanya. Agar aku bisa taruh irisan mentimun layaknya seperti
orang facial.
“Setelah
saya tutup mata Ibu.. sekarang tolong fokuskan pikiran Ibu kepada satu tujuan
dan pikirkan seolah-olah Ibu sedang mandi mengenakan kain sutra tipis di sebuah
sungai yang airnya bersih, tenang, dan damai. Disaat Ibu mandi itu.. Pikirkan
bahwa ada laki-laki datang [Dimas] menghampiri Ibu berbisik mesra dan mencium
leher dan bibir ibu kemudian melepaskan kain sutra yang ibu kenakan [dan aku
buka pakiannya], kemudian menjilati seluruh anggota tubuh Ibu satu-demi-satu
mulai dari jari kaki Ibu, betis Ibu, paha mulus Ibu, pusar Ibu, puting susu ibu
sampai ketitik rangsangan yang paling didamba kaum laki-laki yaitu kemaluan Ibu
yang merah delima.”
Seperti
ada yang menggerakkan, tubuh Ibu Lilis bergerak halus mengikuti irama
jilatanku.
“Ohh..
Shhshh..?” Suara Ibu Lilis bergairah.
Dan memang
aku sengaja bercerita fantasy seperti itu, Agar permainannya nanti lebih nikmat
dan menjiwai. Kemudian kedua kaki Ibu Lilis aku angkat pelan, kuamati gumpalan
kecil diantara rambut yang tertata rapi disela selangkangannya, kuautr lidahku
agar bisa masuk ke lubang vagina Ibu Lilis, dan terasa sekali bau khas kemaluan
wanita yang membuat aku tambah bergairah. Kubiarkan kedua tangan Ibu Lilis
meremas rambutku, kubiarkan kedua paha Ibu Lilis menjepit kepalaku pertanda
bahwa gairah nafsu Ibu Lilis sudah mulai naik. Hingga mata Ibu Lilis yang masih
terpejam dan tertindih irisan mentimun itu dibukanya sendiri. Karena tak kuasa
menahan geli.
“Uhh..
Terus sayang.. Aku menikmatinya..! ohh.. Jangan di lepas..!” Kata Ibu Lilis
memintaku untuk tidak melepaskan jilatanku. Kemudian tubuhku aku balik
mendekati wajah Ibu Lilis dan tanpa dikomando kemaluanku sudah dipegang tangan
kirinya dan dengan gerakan maju mundur mulutnya telah mengulum Penisku yang
sudah menegang itu.
“Auchh..
Sedot terus Bu..? Pintaku dengan nafas mulai nggak teratur.
“Say.. Please..?” Suara Ibu Lilis penuh gelora nafsu meminta penisku untuk dimasukkan.
“Say.. Please..?” Suara Ibu Lilis penuh gelora nafsu meminta penisku untuk dimasukkan.
Pelan dan
pasti kumasukkan penisku ke lubang vagina Ibu Lilis yang masih rapet.
“Ochh..
Mmhh..?” desah Ibu Lilis sambil menggigit bibir sensualnya menahan geli.
Dengan
gerakan pelan-cepat-pelan-cepat membuat mata Ibu Lilis merem melek seperti
orang kelilipan. Sedikit demi sedikit pantat Ibu Lilis mulai dia goyangkan
mengikuti irama gerakanku. Sekali-sekali gerakannya diatur sedemikian rupa
sehingga membuat penisku seperti dijepit vaginanya.
“Ohh..
Sayang.. Aku mau seperti ini terus..?” pinta Ibu lilis sambil mendekap erat
tubuhku yang sudah mulai berkeringat.
“Aku juga..!” kataku menahan geli.
“Aku juga..!” kataku menahan geli.
Aku pompa
terus kemaluanku, lalu kumiringkan badanku sehingga tubuhku dan tubuh Ibu Lilis
sama-sama miring. Kusuruh tangan kiri Ibu Lilis untuk mengankat dan memegang
paha putihnya, kemudian puting susu yang bentuknya seperti belum pernah di
sedot orang lain, aku gigit kecil dan kujilati sampai putingnya menegang.
Sementara tangan kananku [jari tengah] kumainkan di daerah klitoris kemaluan
Ibu Lilis. Terlihat tubuh Ibu lilis bergetar menahan geli yang teramat nikmat.
“Sayang..
Aku geli sekali.. Seperti.. Ochh!” tidak sempat Ibu Lilis melanjutkan
percakapannya karena spermanya keburu muncrat dan membasahi kemaluan dan buah
pelirku.
“Ochh.. Ssshh..!!” suara terakhir Ibu Lilis melepaskan cengkeraman tangannya di bahuku.
“Seperti apa..?” tanyaku melanjutkan pertanyaan Ibu Lia yang belum sempat Dia jawab karena spermanya keburu keluar. Dan pinggangku dicubitnya genit.
“Seperti.. Ochh.. Aku geli lagi sayang.. Puasin aku sekali lagi?” pinta Ibu lilis meminta untuk kedua kalinya.
“Ochh.. Ssshh..!!” suara terakhir Ibu Lilis melepaskan cengkeraman tangannya di bahuku.
“Seperti apa..?” tanyaku melanjutkan pertanyaan Ibu Lia yang belum sempat Dia jawab karena spermanya keburu keluar. Dan pinggangku dicubitnya genit.
“Seperti.. Ochh.. Aku geli lagi sayang.. Puasin aku sekali lagi?” pinta Ibu lilis meminta untuk kedua kalinya.
Dengan
gairah yang menggebu-gebu, kuubah-ubah posisiku agar Ibu Lilis nggak merasa
bosan. Aku ulangi lagi genjotanku sampai tubuh Ibu Lilis menggeliat seperti
cacing kepanasan. Untuk kedua kalinya kulihat tubuh Ibu Lilis seperti orang
kejang-kejang. Pantatku ditekannya, sementara bibirnya mendesah sambil
menjilati kedua sisi bibirnya yang terbungkus lipstik merah terang.
“Yang..
Kita keluar sama-sama yuk..?” kata Ibu Lilis.
“Ya.. Sebentar lagi spermaku mau keluar. Ibu rasakan nggak kontolku semakin menegang.?” jawabku.
“Oh.. Iya..” sahut ibu Lia sambil melihat kemaluanku dan kemaluan Ibu Lilis yang tengah beradu untuk mencapai titik kenikmatan.
“Ochh.. Sshh.. Ochh” sengaja kudekatkan desahanku ke telinga ibu lilis. Saat itu juga telinga Ibu Lilis yang bersih, aku gigit nakal dan dengan lidahku aku jilati lubang telinganya sampai kepala Ibu Lilis geleng-geleng kegelian.
“Auchh.. Ouchh.. Crot.. Crot.. Crot.. Ouchh..!”
“Uachh.. Gila.. Ouchh..” akhirnya aku dan Ibu Lia sama-sama mengeluarkan sperma yang keluar dari kemaluan kami masing-masing.
“Ya.. Sebentar lagi spermaku mau keluar. Ibu rasakan nggak kontolku semakin menegang.?” jawabku.
“Oh.. Iya..” sahut ibu Lia sambil melihat kemaluanku dan kemaluan Ibu Lilis yang tengah beradu untuk mencapai titik kenikmatan.
“Ochh.. Sshh.. Ochh” sengaja kudekatkan desahanku ke telinga ibu lilis. Saat itu juga telinga Ibu Lilis yang bersih, aku gigit nakal dan dengan lidahku aku jilati lubang telinganya sampai kepala Ibu Lilis geleng-geleng kegelian.
“Auchh.. Ouchh.. Crot.. Crot.. Crot.. Ouchh..!”
“Uachh.. Gila.. Ouchh..” akhirnya aku dan Ibu Lia sama-sama mengeluarkan sperma yang keluar dari kemaluan kami masing-masing.
Setelah
cukup lama permainan ngesek itu berlangsung, kemudian aku dan Ibu Lilis
bergegas meninggalkan kamar hotel yang banyak memberiku pengalaman bercinta.
Demikian juga petualanganku dengan Ibu lilis yang terus berlanjut sampai satu
tahun, tanpa hambatan berarti.