Seorang wanita dengan jilbab hijau lumut tampak
berjalan terburu-buru menuju ruang guru, belahan rok yang cukup sempit memaksa
wanita itu mengayun langkah kecil nan cepat. Namun saat dirinya tiba diruangan
yang dituju, disana hanya didapatinya Bu Nita yang sibuk mengoreksi hasil ujian
harian para siswa.
“Bu..
apa Pak Rivan sudah pulang?”
“Mungkin
sudah,” jawab Bu Nita, memandang Reyna dengan wajah penuh curiga, setau Bu Nita
hubungan antara Reyna dan Rivan memang tak pernah akur, meski sama-sama guru
muda, pemikiran Reyna dan Rivan selalu bersebrangan. Reyna yang idealis dan
Rivan yang liberal.
“Memangnya
ada apa Bu?” lanjut wanita itu, penasaran.
“Oh… tidak.. hanya ada perlu beberapa hal,” elak Reyna.
“Apa itu tentang pengajuan kenaikan pangkat dan golongan?” tambah Nita yang justru semakin penasaran.
“Bukan.. eh.. iya.. saya pamit duluan ya Bu,” ucap Reyna bergegas pamit.
“Oh… tidak.. hanya ada perlu beberapa hal,” elak Reyna.
“Apa itu tentang pengajuan kenaikan pangkat dan golongan?” tambah Nita yang justru semakin penasaran.
“Bukan.. eh.. iya.. saya pamit duluan ya Bu,” ucap Reyna bergegas pamit.
“Semoga saja SMS itu cuma canda,” ucapnya penuh
harap, bergegas menuju parkir, mengacuhkan pandangan satpam sekolah yang
menatap liar tubuh semampai dibalut seragam hijau lumut khas PNS, ketat
membalut tubuhnya.
Mobil
Avanza, Reyna, membelah jalan pinggiran kota lebih cepat dari biasanya. Hatinya
masih belum tenang, pikirannya terus terpaku pada SMS yang dikirimkan Rivan,
padahal lelaki itu hanya meminta tolong untuk membantunya menyusun persyaratan
pengajuan pangkat, tapi rasa permusuhan begitu lekat dihatinya.
Jantung
Reyna semakin berdebar saat mobilnya memasuki halaman rumah, di sana telah
terparkir Ninja 250 warna hijau muda, “tidak salah lagi itu pasti motor Rivan,”
bisik hati Reyna. Di kursi beranda sudut mata wanita muda itu menangkap sosok
seorang lelaki, asik dengan tablet ditangannya. “Kamu…” ucap Reyna dengan nada
suara tak suka.
Rivan
membalas dengan tersenyum.
“Masuklah,
tapi ingat suamiku tidak ada dirumah, jadi setelah semua selesai kamu bisa
langsung pulang,” ucap Reyna ketus, meninggalkan lelaki itu diruang tamu.
Beraktifitas
seharian disekolah memaksa Reyna untuk mandi, saat memilih baju, wanita itu
dibuat bingung harus mengenakan baju seperti apa, apakah cukup daster rumahan
ataukah memilih pakaian yang lebih formal.
“Apa
yang ada diotak mu, Rey?!.. Dia adalah musuh bebuyutan mu disekolah,” umpat
hati Reyna, melempar gaun ditangannya ke bagian bawah lemari.
Lalu
mengambil daster putih tanpa motif. Tapi sayangnya daster dari bahan katun yang
lembut itu terlalu ketat dan sukses mencetak liuk tubuhnya dengan sempurna,
memamerkan bongkahan payudara yang menggantung menggoda.
Reyna
kembali dibuat bingung saat memilih penutup kepala, apakah dirinya tetap harus
mengenakan kain itu ataukah tidak, toh ini adalah rumahnya. Namun tak urung
tangannya tetap mengambil kain putih dengan motif renda yang membuatnya
terlihat semakin anggun, tubuh indah dalam balutan serba putih yang menawan.
Jam
dinding sudah menunjukkan pukul 5 petang dan untuk yang kedua kalinya Reyna
menyediakan teh untuk Rivan. Sementara lelaki itu masih terlihat serius dengan
laptop dan berkas-berkas yang harus disiapkan, sesekali Reyna memberikan
arahan.
Tanpa
sadar mata Reyna mengamati wajah Rivan yang memang menarik. “Sebenarnya cowok
ini rajin dan baik, tapi kenapa sering sekali sikapnya membuatku emosi,” gumam
Reyna, teringat permusuhannya dilingkungan sekolah.
Pemuda
yang memiliki selisih umur empat tahun lebih muda dari dirinya. Sikap keras
Reyna sebagai wakil kepala sekolah bidang kesiswaan berbanding terbalik dengan
sikap Rivan yang kerap membela murid-murid yang melakukan pelanggaran disiplin.
“Tidak
usah terburu-buru, minum dulu teh mu, lagipula diluar sedang hujan,” tegur
Reyna yang berniat untuk bersikap lebih ramah.
“Hujan?… Owwhh Shiiit.. Ibuku pasti menungguku untuk makan malam,” umpat Rivan.
“Hujan?… Owwhh Shiiit.. Ibuku pasti menungguku untuk makan malam,” umpat Rivan.
Reyna
tertawa geli mendengar penuturan Rivan, “makan malam bersama ibumu? Tapi kamu
tidak terlihat seperti seorang anak mami,” celetuk Reyna usil, membuat Rivan
ikut tertawa, namun tangannya terus bergerak seakan tidak tergoda untuk
meladeni ejekan Reyna.
“Bereeesss..”
ucap Rivan tiba-tiba mengagetkan Reyna yang asik membalas BBM dari suaminya.
“Jadi apa aku harus pulang sekarang?” tanya Rivan, wajahnya tersenyum kecut saat mendapati hujan diluar masih terlalu lebat.
“Jadi apa aku harus pulang sekarang?” tanya Rivan, wajahnya tersenyum kecut saat mendapati hujan diluar masih terlalu lebat.
“Di
garasi ada jas hujan, tapi bila kamu ingin menunggu hujan teduh tidak apa-apa,”
tawar Reyna yang yakin motor Rivan tidak mungkin menyimpan jas hujan.
“Aku memilih berteduh saja, sambil menemani bu guru cantik yang sedang kesepian, hehehe…”
“Sialan, sebentar lagi suamiku pulang lhoo,”
“Aku memilih berteduh saja, sambil menemani bu guru cantik yang sedang kesepian, hehehe…”
“Sialan, sebentar lagi suamiku pulang lhoo,”
Sesaat
setelah kata itu terucap, Blackberry ditangan Reyna menerima panggilan masuk
dari suaminya, tapi sayangnya suaminya justru memberi kabar bahwa dirinya
sedikit terlambat untuk pulang, dengan wajah cemberut Reyna menutup panggilan.
“Ada
apa, Rey..”
“Gara-gara kamu suamiku terlambat pulang,”
“Gara-gara kamu suamiku terlambat pulang,”
“Lhoo,
kenapa gara-gara aku? Hahaha…” Rivan tertawa penuh kemenangan, dengan gregetan
Reyna melempar bantal sofa. Obrolan kembali berlanjut, namun lebih banyak
berkutat pada dinamika kehidupan disekolah dan hal itu cukup sukses mencairkan
suasana.
Reyna
seakan melihat sosok Rivan yang lain, lebih supel, lebih bersahabat dan lebih
humoris. Jauh berbeda dari kacamatanya selama ini yang melihat guru cowok itu
layaknya perusuh bagi dirinya, sebagai penegak disiplin para siswa.
“Aku
heran, kenapa kamu justru mendekati anak-anak seperti Junot dan Darko, kedua
anak itu tak lagi dapat diatur dan sudah masuk dalam daftar merah guru BK,”
tanya Reyna yang mulai terlihat santai. “Seandainya bukan keponakan dari
pemilik yayasan, pasti anak itu sudah dikeluarkan dari sekolah,” sambungnya.
“Yaa,
aku tau, tapi petualangan mereka itu seru lho, mulai dari nongkrong di Mangga
Besar sampai ngintipin anak cewek dikamar mandi, guru juga ada lho yang mereka
intipin,” “Hah? yang benar? gilaaa, itu benar-benar perbuatan amoral,” Reyna
sampai meloncat dari duduknya, berpindah ke samping Rivan.
“Tapi
tunggu, bukankah itu artinya kamu mendukung kenakalan mereka, dan siapa guru
yang mereka intip?” tanya Reyna dengan was-was, takut dirinya menjadi korban
kenakalan kedua siswa nya.
“Sebanarnya mereka anak yang cerdas dan kreatif, bayangkan saja, hanya dengan pipa ledeng dan cermin mereka bisa membuat periskop yang biasa digunakan oleh kapal selam,” ucap Rivan serius, memutar tubuhnya berhadapan dengan Reyna yang penasaran.
“Sebanarnya mereka anak yang cerdas dan kreatif, bayangkan saja, hanya dengan pipa ledeng dan cermin mereka bisa membuat periskop yang biasa digunakan oleh kapal selam,” ucap Rivan serius, memutar tubuhnya berhadapan dengan Reyna yang penasaran.
“Awalnya
mereka cuma mengintip para siswi tapi bagiku itu tidak menarik, karena itu aku
mengajak mereka mengintip di toilet guru, apa kamu tau siapa yang kami intip?”
Wajah
Reyna menegang, menggeleng dengan cepat. “Siapa?,,,”
“kami
mengintip guru paling cantik disekolah, Ibu Reyna Raihani!”
“Apa? gilaaa kamu Van, kurang ajar,” Reyna terkaget dan langsung menyerang Rivan dengan bantal sofa.
“ampuun Reeeey, Hahahaa,,”
“Sebenarnya kamu ini guru atau bukan sih? Memberi contoh mesum ke murid-murid, besok aku akan melaporkan mu ke kepala sekolah,” sembur Reyna penuh emosi.
“Apa? gilaaa kamu Van, kurang ajar,” Reyna terkaget dan langsung menyerang Rivan dengan bantal sofa.
“ampuun Reeeey, Hahahaa,,”
“Sebenarnya kamu ini guru atau bukan sih? Memberi contoh mesum ke murid-murid, besok aku akan melaporkan mu ke kepala sekolah,” sembur Reyna penuh emosi.
Rivan
berusaha menahan serangan dengan mencekal lengan Reyna.
“Hahahaa,
aku bohong koq, aku justru mengerjai mereka, aku tau yang sedang berada di
toilet adalah Pak Tigor dan apa kamu tau efeknya? Mereka langsung shock melihat
batang Pak Tigor yang menyeramkan, Hahaha,” Reyna akhirnya ikut tertawa, tanpa
sadar jika lengannya masih digenggam oleh Rivan.
“Tu
kan, kamu itu sebenarnya lebih cantik jika sedang tertawa, jadi jangan
disembunyikan dibalik wajah galakmu,” ucap Rivan yang menikmati tawa renyah
Reyna yang memamerkan gigi gingsulnya. Seketika Reyna terdiam, wajahnya semakin
malu saat menyadari tangan Rivan masih menggenggam kedua tangannya.
Tapi
tidak berselang lama bentakan dari bibir tipisnya kembali terdengar, “Hey!..
Kalo punya mata dijaga ya,” umpat Reyna akibat jelajah mata Rivan yang
menyatroni gundukan payudara dibalik gaun ketat yang tak tertutup oleh jilbab,
Reyna beranjak dan duduk menjauh, merapikan jilbabnya.
“Punyamu
besar juga ya,” balas Rivan, tak peduli akan peringatan Reyna yang menjadi
semakin kesal lalu kembali melempar bantalan sofa. “Ga usah sok kagum gitu,
lagian kamu pasti sudah sering mengintip payudara siswi disekolah?,,”
“Tapi
punyamu spesial, milik seorang guru tercantik disekolah,”
“Sialan..”
dengus Reyna merapikan jilbabnya, tapi sudut bibirnya justru tersenyum, karena
tak ada wanita yang tidak suka bila dipuji. Wajah Reyna memerah , kalimat Rivan
begitu vulgar seakan itu adalah hal yang biasa.
“Rey…
liat dong,”
“Heh?
Kamu mau liat payudaraku , gilaa… Benda ini sepenuhnya menjadi hak milik
suamiku,” Wanita itu memeletkan lidahnya, tanpa sadar mulai terbawa sifat Rivan
yang cuek.
“Ayo dooong, penasaran banget nih,”
“Nanti, kalo aku masuk kamar mandi intipin aja pake piroskop ciptaan kalian itu, hahaha..” Reyna tertawa terpingkal menutup wajahnya, tidak percaya dengan apa yang baru saja diucapkannya.
“Ayo dooong, penasaran banget nih,”
“Nanti, kalo aku masuk kamar mandi intipin aja pake piroskop ciptaan kalian itu, hahaha..” Reyna tertawa terpingkal menutup wajahnya, tidak percaya dengan apa yang baru saja diucapkannya.
“Yaaa,
paling ngga jangan ditutupin jilbab keq,” sungut Rivan, keqi atas ulah Reyna
yang menertawakannya.
“Hihihi… Liat aja ya, jangan dipegang,” Ucap guru cantik itu dengan mata tertuju ke TV, lalu mengikat jilbabnya kebelakang.
“Kurang..”
“Hihihi… Liat aja ya, jangan dipegang,” Ucap guru cantik itu dengan mata tertuju ke TV, lalu mengikat jilbabnya kebelakang.
“Kurang..”
“Apalagi?
Bugil?” matanya melotot seolah-olah sedang marah, tetapi jantungnya justru
berdebar kencang, menantang hatinya sejauh mana keberanian dirinya.
“satu kancing aja,”
“Dasar guru mesum,” Reyna lagi-lagi memeletkan lidahnya lalu kembali menolehkan wajahnya ke TV, namun tangannya bergerak melepas kancing atas.
“satu kancing aja,”
“Dasar guru mesum,” Reyna lagi-lagi memeletkan lidahnya lalu kembali menolehkan wajahnya ke TV, namun tangannya bergerak melepas kancing atas.
Tapi tidak berhenti sampai disitu, karena tangannya
terus bergerak melepas kancing kedua lalu menyibak kedua sisinya hingga semakin
terbuka, membiarkan bongkahan berbalut bra itu menjadi santapan penasaran mata
Rivan. Entah apa yang membuat Reyna seberani itu, untuk pertama kalinya dengan
sengaja menggoda lelaki lain dengan tubuh nya.
“Punyamu
pasti lebih kencang dibanding milik Anita,” sambung Rivan, matanya terus
terpaku ke dada Reyna sambil mengusap-usap dagu yang tumbuhi jambang tipis,
seolah menerawang seberapa besar daging empuk yang dimiliki wanita cantik itu.
Tapi kata-kata Rivan justru membuat Reyna kaget, bingung sekaligus penasaran.
“Hhmmm.. Ada hubungan apa antara dirimu dan Bu Nita?”
“Tidak
ada, aku hanya menemani wanita itu, menemani malam-malamnya yang sepi,”
“Gilaaa.. Apa kamu… eeeenghhh,,,”
“Gilaaa.. Apa kamu… eeeenghhh,,,”
“Maksudmu
aku selingkuhan Bu Anita kan? Hahaha…” Rivan memotong kalimat Reyna setelah tau
maksud kalimat yang sulit diucapkan wanita itu. “Bisa dikatakan seperti itu,
hehehe.. Tapi kami sudah mengakhirinya tepat seminggu yang lalu,”
“Kenapa?”
sambar Reyna yang tiba-tiba penasaran atas isu skandal yang memang telah
menyebar dikalangan para guru mesum. Rivan menghela nafas lalu menyandarkan
tubuhnya. “Suaminya curiga dengan hubungan kami, meski Anita menolak untuk
mengakhiri aku tetap harus mengambil keputusan itu, resikonya terlalu besar,”
“Apa
kamu mencintai Bu Anita?”
Rivan
tidak langsung menjawab tapi justru mengambil rokok dari kantongnya, setelah
tiga jam lebih menahan diri untuk tidak menghisap lintingan tembakau
dikantongnya, akhirnya lelaki itu meminta izin, “Boleh aku merokok?”
“Silahkan..”
jawab Reyna cepat.
“Aku
tidak tau pasti, Anita wanita yang cantik, tapi dia bukan wanita yang
kuidamkan,” beber lelaki itu setelah menghembuskan asap pekat dari bibirnya.
Tapi wajah wanita didepannya masih menunjukkan rasa penasaran, “lalu apa saja
yang sudah terjadi antara dirimu dan Anita?” cecarnya.
“Hahahaha..
Maksudmu apa saja yang sudah kami lakukan?”
Wajah
Reyna memerah karena malu, Rivan dengan telak membongkar kekakuannya sebagai
seorang wanita dewasa. “Anita adalah wanita bersuami, artinya kau tidak berhak
untuk menjamah tubuhnya,” ucap Reyna berusaha membela keluguan berfikirnya.
Rivan
tersenyum kecut, mengakui kesalahannya, “Tak terhitung lagi berapa kali kami
melakukannya, mulai dari dirumahku, dirumahnya, bahkan kami pernah melakukan
diruang lab kimia, desah suaranya sebagai wanita yang kesepian benar-benar
menggoda diriku, rindu pada saat-saat aku menghamburkan spermaku diwajah
cantiknya.”
Seketika
wajah Reyna terasa panas membayangkan petualangan, Anita, “Kenapa kamu tidak
menikah saja?” tanya Reyna berusaha menetralkan debar jantungnya. “Belum ada
yang cocok,” jawab Rivan dengan simpel, membuat Reyna menggeleng-gelengkan
kepala, wanita itu mengambil teh dimeja dan meminumnya.
“Rey.. selingkuhan sama aku yuk..”
“Rey.. selingkuhan sama aku yuk..”
Brruuuuuffftttt…
Bibir tipis Reyna seketika menghambur air teh dimulutnya.
Bibir tipis Reyna seketika menghambur air teh dimulutnya.
“Dasar
guru mesum,” umpat Reyna membuang wajahnya, yang menampilkan ekspresi tak
terbaca, kejendela yang masih mempertontonkan rinai hujan yang justru turun
semakin deras.
“Aku
masak dulu, lapar nih,” ucap Reyna, beranjak dari sofa berusaha menghindar dari
tatapan Rivan yang begitu serius, jantungnya berdegub keras masih tidak percaya
dengan apa yang diucapkan Rivan.
“Rey…”
Panggilan Rivan menghentikan langkah wanita itu.
“Kenapa wajahmu jadi pucat begitu, tidak perlu takut aku cuma bercanda koq,” ujar lelaki itu sambil terkekeh.
“Siaaal, ni cowok sukses mengerjai aku,” umpat hati Reyna.
“Kenapa wajahmu jadi pucat begitu, tidak perlu takut aku cuma bercanda koq,” ujar lelaki itu sambil terkekeh.
“Siaaal, ni cowok sukses mengerjai aku,” umpat hati Reyna.
“Aku
tau koq, kamu tidak mungkin memiliki nyali untuk menggoda guru super galak
seperti aku,” ucapnya sambil memeletkan lidah. Diam-diam bibirnya tersenyum
saat Rivan mengikuti ke dapur. Hatinya mencoba berapologi, setidaknya lelaki
itu dapat menemaninya saat memasak.
Reyna
dengan bangga memamerkan keahliannya sebagai seorang wanita, tangannya bergerak
cepat menyiapkan dan memotong bumbu yang diperlukan, sementara Rivan duduk
dikursi meja makan dan kembali berceloteh tentang kenakalan dan kegenitan para
siswi disekolah yang sering menggoda dirinya sebagai guru mesum jomblo tampan.
“Awas
aja kalo kamu sampai berani menyentuh siswi disekolah,” Reyna mengingatkan
Rivan sambil mengacungkan pisau ditangan, dan itu membuat Rivan tertawa
terpingkal.
“Ckckckck, mahir juga tangan mu Rey,” Rivan mengkomentari kecepatan tangan Reyna saat memotong bawang bombay.
“Hahaha… ayo sini aku ajarin..” tawar Reyna tanpa menghentikan aksinya.
“Ckckckck, mahir juga tangan mu Rey,” Rivan mengkomentari kecepatan tangan Reyna saat memotong bawang bombay.
“Hahaha… ayo sini aku ajarin..” tawar Reyna tanpa menghentikan aksinya.
Tapi
Reyna terkejut ketika Rivan memeluknya dari belakang, bukan.. cowok itu bukan
memeluk, karena tangannya mengambil alih pisau dan bawang yang ada ditangannya.
“Ajari aku ya..” bisik Rivan lembut tepat ditelinganya.
Kepala
wanita itu mengangguk, tersenyum tersipu. Tangannya terlihat ragu saat
menyentuh dan menggenggam tangan Rivan yang ditumbuhi rambut-rambut halus.
Perlahan pisau bergerak membelah daging bawang.
“tangan
mu terlalu kaku, Hahahaa,”
“Ya maaf, tanganku memang tidak terlatih melakukan ini, tapi sangat terlatih untuk pekerjaan lainnya.”
“Oh ya? Contohnya seperti apa? Membuat periskop untuk mengintip siswi dikamar mandi? Hahaha,,,”
“Ya maaf, tanganku memang tidak terlatih melakukan ini, tapi sangat terlatih untuk pekerjaan lainnya.”
“Oh ya? Contohnya seperti apa? Membuat periskop untuk mengintip siswi dikamar mandi? Hahaha,,,”
“Bukan,
tapi tanganku sangat terampil untuk memanjakan wanita cantik seperti mu,” ucap
lelaki itu, melepaskan pisau dan bawang, beralih mengusap perut Reyna yang
datar dan perlahan merambat menuju payudara yang membusung.
“Hahaha,
tidaak tidaaak, aku bukan selingkuhanmu, ingat itu,” tolak Reyna berusaha
menahan tangan Rivan.
“Rey, jika begitu jadilah teman yang mesra untuk diriku, dan biarkan temanmu ini sesaat mengangumi tubuhmu, bila tanganku terlalu nakal kamu bisa menghentikanku dengan pisau itu, Deal?…”
“Rey, jika begitu jadilah teman yang mesra untuk diriku, dan biarkan temanmu ini sesaat mengangumi tubuhmu, bila tanganku terlalu nakal kamu bisa menghentikanku dengan pisau itu, Deal?…”
Tubuh
Reyna gemetar, lalu mengangguk dengan pelan, “Ya, Deaaal.” ucap bibir tipisnya,
serak. Reyna kembali meraih pisau dan bawang dan membiarkan tangan kekar Rivan
dengan jari-jarinya yang panjang menggenggam payudara nya secara utuh.
Memberikan remasan yang lembut, memainkan sepasang bongkahan daging dengan
gemas.
Mata
Reyna terpejam, kepalanya terangkat seiring cumbuan Rivan yang perlahan
merangsek keleher yang masih terbalut jilbab. Romansa yang ditawarkan Rivan
dengan cepat mengambil alih kewarasan Reyna.
“Owwhhhh,”
bibir Reyna mendesah, kakinya seakan kehilangan tenaga saat jari-jari Rivan
berhasil menemukan puting payudara yang mengeras.
“Rivaaaan,” ucap wanita itu sesaat sebelum bibirnya menyambut lumatan bibir yang panas.
“Rivaaaan,” ucap wanita itu sesaat sebelum bibirnya menyambut lumatan bibir yang panas.
Membiarkan
lelaki itu menikmati dan bercanda dengan lidahnya, menari dan membelit lidahnya
yang masih berusaha menghindar. “Eeeemmhhh…” wajahnya terkaget, Rivan dalam
hisapan yang lembut membuat lidah nya berpindah masuk menjelajah mulut lelaki
itu dan merasakan kehangatan yang ditawarkan.
Menggelinjang
saat lelaki itu menyeruput ludah dari lidahnya yang menari. Jika Reyna mengira
permainan ini sebatas permainan pertautan lidah, maka wanita itu salah besar,
karena jemari dari lelaki yang kini memeluknya penuh hasrat itu mulai
menyelusup kebalik kancingnya.
“Boleh?”
Wanita
berbalut jilbab itu tak berani menjawab, hanya memejamkan matanya dan menunggu
keberanian silelaki untuk menikmati tubuhnya. Begitu pun saat tangan Rivan
berusaha menarik keluar bongkahan daging padat yang membusung menantang dari
bra yang membekap.
“Oooowwwhh,
eemmppphhh,” tubuh Reyna mengejang seketika, tangan lentiknya tak mampu mengusir
tangan Rivan, hanya mencengkram agar jemari lelaki itu tidak bergerak terlalu
lincah memelintir puting mungilnya.
“Rey..
Kenapa kamu bisa sepasrah ini?.. Benarkah kamu menyukai lelaki ini?.. Bukan..
Ini bukan sekedar pertemanan Rey.. Meski kau tidak menyadari aku bisa merasakan
bibit rasa suka dihatimu akan lelaki itu, Rey…” hati kecil Reyna mencoba
menyadarkan. Tapi wanita itu justru berusaha memungkiri penghianatan cinta yang
dilakoninya, berusaha mengenyahkan bisikan hati dengan memejamkan matanya lebih
erat.
Wajahnya
mendongak ke langit rumah, berusaha lari dari batinnya yang berteriak memberi
peringatan. Pasrah menunggu dengan hati berdebar saat tangan Rivan mulai
mengangkat dasternya keatas dan dengan pasti menyelinap kebalik kain kecil,
menyelipkan jari tengah kecelah kemaluan yang mulai basah.
“Ooowwwhhhhhhh,”
bibirnya mendesah panjang, berusaha membuka kaki lebih lebar seakan membebaskan
jari-jari Rivan bermain dengan klitorisnya.
Kurihiiiing…
Kurihiiiing…
Kurihiiiing…
Dering
HP mengagetkan keduanya, membuat pergumulan birahi itu terlepas. Kesadaran
Reyna mengambil alih seketika, dirinya semakin shock melihat nama yang tertera
dilayar HP, ‘Mas Anggara’.
“Hallo
mas, halloo,,” sambut Reyna diantara usahanya mengkondisikan jantung yang
berdegup kencang.
“Mas sedang dimana, kenapa belum pulang?” ucap Reyna kalut dengan rasa takut dan bersalah yang begitu besar, seolah suaminya kini berdiri tepat didepannya.
“Mas masih dirumah sakit, mungkin tidak bisa pulang malam ini,” jawab suara besar diujung telpon.
“Iya.. Iya tidak apa-apa, Mas kerja saja yang tenang,”
“Mas sedang dimana, kenapa belum pulang?” ucap Reyna kalut dengan rasa takut dan bersalah yang begitu besar, seolah suaminya kini berdiri tepat didepannya.
“Mas masih dirumah sakit, mungkin tidak bisa pulang malam ini,” jawab suara besar diujung telpon.
“Iya.. Iya tidak apa-apa, Mas kerja saja yang tenang,”
Setelah
mengucap salam, sambungan telpon dimatikan. Reyna berdiri bersandar dimeja,
menghela nafas panjang lalu meneguk liur untuk membasahi kerongkongannya yang
terasa sangat kering.
“Rivan,
terimakasih untuk semuanya, tapi kau bisa pulang sekarang,”
“Tidak Rey, kita harus menyelesaikan apa yang sudah kita mulai,”
“Tidak Rey, kita harus menyelesaikan apa yang sudah kita mulai,”
“Apa maksudmu?… Tidak.. Aku bukan seperti Anita yang
kesepian, aku tidak memiliki masalah apapun dengan suamiku, keluarga yang
kumiliki saat ini adalah keluarga yang memang kuidamkan…” wajah Reyna menjadi
pucat saat Rivan mendekat menempel ketubuhnya, mengangkat dasternya lebih
tinggi, memeluk dan meremas pantat yang padat berisi.
“Rivan,
ingat!.. Kamu seorang guru, bukan pemerkosa..” didorongnya tubuh lelaki itu,
tapi dekapan tangan Rivan terlalu erat.
“Yaa.. Aku memang bukan pemerkosa, aku hanya ingin menyelesaikan apa yang sudah kita mulai,”
“Gila kamu Rivan, aku adalah istri yang setia, tidak seperti wanita-wanita yang pernah kau tiduri ”
“Ohh ya?,,” Rivan tersenyum sambil menurunkan celananya dan memamerkan batang yang telah mengeras, batang besar yang membuat Reyna terhenyak.
“Yaa.. Aku memang bukan pemerkosa, aku hanya ingin menyelesaikan apa yang sudah kita mulai,”
“Gila kamu Rivan, aku adalah istri yang setia, tidak seperti wanita-wanita yang pernah kau tiduri ”
“Ohh ya?,,” Rivan tersenyum sambil menurunkan celananya dan memamerkan batang yang telah mengeras, batang besar yang membuat Reyna terhenyak.
Tiba-tiba
dengan kasar Rivan mencengkram tubuh Reyna dan mendudukkan wanita itu diatas
meja, dengan gerakan yang cepat menyibak celana dalam Reyna, batang besar itu
telah berada didepan bibir senggama Reyna.
“Jangan
Rivaaan, aku bisa berbuat nekat,” Reyna mulai menangis ketakutan, meraih garpu
yang ada disampingnya, mengancam Rivan.
“Kenapa mengambil garpu, bukankah disitu ada pisau?” Rivan terkekeh, wajah yang tadi dihias senyum menghanyutkan kini berubah begitu menakutkan.
“Aaaaaaaaaaaggghh…” Rivan berteriak kesakitan saat Reyna menusukkan garpu ke lengan lelaki itu.
“Kenapa mengambil garpu, bukankah disitu ada pisau?” Rivan terkekeh, wajah yang tadi dihias senyum menghanyutkan kini berubah begitu menakutkan.
“Aaaaaaaaaaaggghh…” Rivan berteriak kesakitan saat Reyna menusukkan garpu ke lengan lelaki itu.
Lelaki
itu menepis tangan Reyna, merebut garpu dan melemparnya jauh, darah terlihat
merembes dikemeja lelaki itu. “Bila ingin mengakhiri ini seharusnya kau tusuk
tepat di ulu hatiku,” ucapnya dengan wajah menyeringai sekaligus menahan sakit.
“Tidaaak
Rivaaaan, hentikaaan,” Reyna berhasil berontak mendorong tubuh besar Rivan lalu
berlari kearah kamar, tapi belum sempat wanita itu menutup kamar Rivan menahan
dengan tangannya.
“Aaaaagghh…”
Rivan mengerang kesakitan akibat tangannya yang terjepit daun pintu, lalu
dengan kasar mendorong hingga membuat Reyna terjengkal.
“Dengar Rey.. Sudah lama aku menyukai mu, dan aku berusaha menarik perhatianmu dengan menentang setiap kebijakan mu,”
“Dengar Rey.. Sudah lama aku menyukai mu, dan aku berusaha menarik perhatianmu dengan menentang setiap kebijakan mu,”
Dengan
kasar Rivan mendorong wanita itu kelantai dan melucuti pakaiannya, Reyna
berteriak meminta tolong sembari mempertahankan kain yang tersisa, tapi
derasnya hujan mengubur usahanya. Lelaki itu berdiri mengangkangi tubuh Reyna
yang terbaring tak berdaya, memamerkan batang besar yang mengeras sempurna,
kejantanan yang jelas lebih besar dari milik suaminya.
Wanita
itu menangis saat Rivan dengan kasar menepis tangan yang masih berusaha
menutupi selangkangan yang tak lagi dilindungi kain. “Cuu.. Cukup Rivan,
sadarlaaah..” sambil terus menangis Reyna berusaha menyadarkan, tapi usahanya
sia-sia, mata lelaki itu terhiptonis pada lipatan vagina dengan rambut kemaluan
yang terawat rapi.
Dengan
kekuatan yang tersisa Reyna berusaha merapatkan kedua pahanya, namun terlambat,
Rivan telah lebih dulu menempatkan tubuhnya diantara paha sekal itu dan bersiap
menghujamkan kejantanannya untuk mengecap suguhan nikmat dari wanita secantik
Reyna.
“Ooowwhhh…
Vagina mu lebih sempit dibanding milik Anita,” desah Rivan seiring kejantanan
yang menyelusup masuk ke liang si betina.
“Oohhkk..
Oohhkk..” bibir Reyna mengerang menerima hujaman yang dilakukan dengan kasar,
semakin keras batang besar itu menghujam semakin kuat pula jari-jari Reyna
mencakar tangan Rivan, air matanya tak henti mengalir.
Tubuhnya
terhentak bergerak tak beraturan, Rivan menyetubuhinya dengan sangat kasar.
Wajah lelaki itu menyeringai saat melipat kedua paha Reyna keatas, memberi
suguhan indah dari batang besar yang bergerak cepat menghujam celah sempit vagina
Reyna.
“Sayang,
aku bisa merasakan lorong vaginamu semakin basah, ternyata kamu juga menikmati
pemerkosaan ini, hehehe”
Plak…
Pertanyaan
Rivan berbuah tamparan dari tangan Reyna, tapi lelaki itu justru tertawa
terpingkal, lidahnya menjilati jari-jari kaki Reyna yang terangkat keatas
dengan pinggul yang terus bergerak menghujamkan batang pusakanya. Puas bermain
dengan kaki Reyna, tangan lelaki itu bergerak melepas bra yang masih tersisa.
“Ckckckck…
Sempurna, sejak dulu aku sudah yakin payudaramu lebih kencang dari milik
Anita,”
Tubuh
Reyna melengkung saat putingnya dihisap lelaki itu dengan kuat.
“Oooooouugghh..”
“Pasti
Anita malam ini tidak bisa tidur karena menunggu batang kejantanan yang kini
sedang kau nikmati, Oowwhhh kecantikan, keindahan tubuh dan nikmatnya vaginamu
benar-benar membuatku lupa pada beringasnya permainan Anita,” ucap Rivan,
membuat Reyna kembali melayangkan tangannya kewajah lelaki itu.
“Bajingan
kamu, Van..” umpat wanita itu, tapi tak berselang lama bibirnya justru mendesah
saat lidah Rivan bermain ditelinganya. “Oooowwwhhhhh….”
“Hehehe…akuilah, jika kamu juga menikmati pemerkosaan ini, rasakanlah besarnya penisku divagina sempit mu ini,”
“Hehehe…akuilah, jika kamu juga menikmati pemerkosaan ini, rasakanlah besarnya penisku divagina sempit mu ini,”
Mata
wanita itu terpejam, air matanya masih mengalir dengan suara terisak ditingkahi
lenguhan yang sesekali keluar tanpa sadar. Hatinya berkecamuk, sulit memang
memungkiri kenikmatan yang tengah dirasakan seluruh inderanya.
“Reeeey…
Sadarlah, kamu wanita baik-baik, seorang istri yang setia, setidaknya tutuplah
mulut nakal mu itu,” teriak hatinya mencoba mengingatkan, membuat airmata Reyna
semakin deras mengalir.
Yaa..
meski hatinya berontak, tapi tubuhnya telah berkhianat, pinggulnya tanpa
diminta bergerak menyambut hentakan batang yang menggedor dinding rahim. Rivan
tersenyum penuh kemenangan.
“Berbaliklah,
sayang,” pintanya.
Tubuh
Reyna bergerak lemah membelakangi Rivan, pasrah saat lelaki itu menarik
pantatnya menungging lebih tinggi, menawarkan kenikmatan dari liang senggama
yang semakin basah. Jari-jari lentiknya mencengkram sprei saat lelaki dibelakang
tubuhnya menggigiti bongkahan pantatnya dengan gemas.
“Oooowwwhhhh…
Eeeeeenghhh..” pantat indah yang membulat sempurna itu terangkat semakin tinggi
ketika lidah yang panas memberikan sapuan panjang dari bibir vagina hingga
keliang anal.
Rasa
takut dan birahi tak lagi mampu dikenali, matanya yang sendu mencoba mengintip
pejantan yang membenamkan wajah tampannya dibelahan pantat yang bergetar
menikmati permainan lidah yang lincah menari, menggelitik liang vagina dan
anusnya, suatu sensasi kenikmatan yang tak pernah diberikan oleh suaminya.
Isak
tangis bercampur dengan rintihan. Hati yang berontak namun tubuhnya tak mampu
berdusta atas lenguhan panjang yang mengalun saat batang besar Rivan kembali
memasuki tubuhnya, menghantam bongkahan pantatnya dengan bibir menggeram penuh
nafsu.
Begitupun
saat Rivan meminta Reyna untuk menaiki tubuhnya, meski airmatanya jatuh menetes
diatas wajah sipejantan tapi pinggul wanita itu bergerak luwes dengan indahnya
menikmati batang besar yang dipaksa untuk masuk lebih dalam.
“Aaaawwhhhh
Rey… Boleh aku menghamilimu?” ucap Rivan saat posisinya kembali berada diatas
tubuh Reyna, menunggangi tubuh indah yang baru saja meregang orgasme.
Wanita
itu membuang wajahnya, bibirnya terkatup rapat tak berani menjawab hanya
gerakan kepala yang menggeleng menolak, matanya begitu takut beradu pandang
dengan mata Rivan yang penuh birahi.
Batang
besar Rivan bergerak cepat, orgasme yang diraih siwanita membuat lorong
senggamanya menjadi sangat basah. Hentakan pinggul lelaki itu begitu cepat dan
kuat seakan ingin membobol dinding rahim, memaksa Reyna berpegangan pada besi
ranjang penikahannya untuk meredam kenikmatan yang didustakan.
“Reeeeey..
Boleh aku menghamilimuuu?.. Aaaagghhh, cepaaaaat jawaaaaaaaab,” teriak Rivan
yang menggerakkan pinggulnya semakin cepat.
Reyna
menatap Rivan dengan kepala yang menggeleng. “Jangaaan.. kumohooon jangaaaan…
Rivan tersenyum menyeringai “Kamu yakin? Tidak ingin merasakan sensasi
bagaimana sperma lelaki lain menghambur dirahim mu?”
Plaaak..
Reyna
kembali menampar wajah Rivan untuk yang kesekian kalinya, tapi kali ini jauh
lebih keras. Wanita menjerit terisak, tapi kaki jenjangnya justru bergerak
melingkari pinggul silelaki, tangannya memeluk erat seakan ingin menyatukan dua
tubuh.
Tangis
Reyna semakin menjadi, menangisi kekalahannya. Tangannya menyusuri punggung
Rivan yang berkeringat lalu meremas pantat yang berotot seakan mendukung
gerakan Rivan yang menghentak batang semakin dalam.
“Kamu
jahaaaaat Rivaaaan.. jahaaaaat..” teriak Reyna seiring lenguh kenikmatan dari
bibir silelaki.
Menghambur
bermili-mili sperma dilorong senggama, menghantar ribuan benih kerahim siwanita
yang mengangkat pinggulnya menyambut kepuasan silelaki dengan lenguh orgasme
yang kembali menyapa, tubuh keduanya mengejat, menggelinjang, menikmati suguhan
puncak dari sebuah senggama tabu.
“Kenapa
kau mempermainkan aku seperti ini,” isak Reyna dengan nafas memburu, tangannya
masih meremasi pantat berotot Rivan yang sesekali mengejat untuk menghantar
sperma yang tersisa kerahim si wanita.
“Karena
aku mencintaimu,” bisik lembut si penjantan ditelinga betina yang membuat
pelukannya semakin erat, membiarkan tubuh besar itu berlama-lama diatas tubuh
indah yang terbaring pasrah. Membisu dalam pikiran masing-masing.
“Apa
kamu bersedia menjadi teman selingkuhku?”
Reyna
menggeleng dengan cepat, “Aku tidak berani, Rivan, Ooooowwhhhhhh..” wanita itu
melepaskan pagutan kakinya dan mengangkang lebar, membiarkan silelaki kembali
menggerakkan pingulnya dan memamerkan kehebatan kejantanannya dicelah sempit
vagina Reyna.
“Tapi
bagaimana bila aku memaksa?..”
“Itu tidak mungkin Oooowwhhh… Aku sudah bersuami dan
memiliki anak, aaaahhhhhh…” Reyna menggelengkan kepala, berusaha kukuh atas
pendirian, meski pinggul indahnya bergerak liar, tak lagi malu untuk menyambut
setiap hentakan yang menghantar batang penis kedalam tubuhnya.
Reyna
tak ingin berdebat, tangannya menjambak rambut Rivan saat bibir lelaki itu
kembali berusaha merayu, membekap wajah Rivan pada kebongkahan payudara dengan
puting yang mengeras.
“Kamu
jahat, Van.. Tak seharusnya aku membiarkan lelaki lain menikmati tubuhku..
Ooowwwhh.. Ooowwwhhh…”
Setelahnya
tak ada lagi kalimat lagi yang keluar selain desahan dan lenguhan dan deru
nafas yang memburu. Hingga akhirnya bibir Rivan bersuara serak memanggil nama
si wanita.
“Reeeeey…
Boleeeehkaaan?”
Reyna
menatap sendu wajah birahi Rivan, dengan kesadaran yang penuh wanita itu
mengangguk lalu merentang kedua tangan dan kakinya, memberi izin kepada
silelaki untuk kembali menghambur sperma kedalam rahimnya.
“Reeeey..”
panggil lelaki itu kembali, membuat siwanita bingung, sementara tubuhnya telah
pasrah menjadi pelampiasan dari puncak birahi Rivan.
Dengan
wajah memelas tangan Rivan bergerak mengusap wajah Reyna, telunjuknya membelah
bibir tipis siwanita.
“Dasar
guru mesum, ” ucap Reyna sambil menampar pipi Rivan tapi kali ini dengan lembut,
“kamu menang banyak hari ini, Van..” ucapnya lirih dengan mata sembap oleh air mata.
“Boleeeh?..”
“kamu menang banyak hari ini, Van..” ucapnya lirih dengan mata sembap oleh air mata.
“Boleeeh?..”
Reyna
memalingkan wajahnya, lalu mengangguk ragu. Rivan bangkit mencabut batangnya
lalu mengangkangi wajah guru cantik itu. Sudut mata Reyna menangkap wajah
tampan silelaki yang menggeram sambil memainkan batang besar tepat didepan
wajah nya.
Jemari
lentiknya gemetar saat mengambil alih batang besar itu dari tangan Rivan.
Memberanikan diri untuk menatap lelaki yang mengangkangi wajahnya, kepasrahan
wajah seorang wanita atas lelaki yang menikmati tualang birahi atas tubuhnya.
“Aaaaaaaagghhh..
Aaaaagghhh.. Reeeeey..” wajah Rivan memucat seiring sperma yang menghambur
kewajah cantik yang menyambut dengan mata menatap sendu. “Aaaaaagghhhh..
Sayaaaaaang..”
Tak
pernah sekalipun Reyna menyaksikan seorang pejantan yang begitu histeris
mendapatkan orgasmenya, dan tak pernah sekalipun Reyna membiarkan seorang
pejantan menghamburkan sperma diwajah cantiknya. Dengan ragu Reyna membuka
bibirnya, membiarkan tetesan sperma menyapa lidahnya. Batang itu terus berkedut
saat jari lentik Reyna yang gemetar menuntun kedalam mulutnya.
Menikmati
keterkejutan wajah Rivan atas keberaniannya. Bibirnya bergerak lembut menghisap
batang Rivan, mempersilahkan lelaki itu mengosongkan benih birahi didalam bibir
tipisnya.
“Ooooooowwwhhhhh..
Reeeeeeeey…” Rivan mengejat, menyambut tawaran Reyna dengan beberapa semburan
yang tersisa.
“Cepatlah pulang.. Aku tidak ingin suamiku datang dan mendapati dirimu masih disini,” pinta Reyna setelah Rivan sudah mengenakan kembali seluruh pakaiannya.
“Masih belum puas?.. dasar guru mesum,” ucapnya ketus saat Rivan memeluk dari belakang.
“aku bukanlah selingkuhan mu, catat itu,” Reyna menepis tangan Rivan.
“Cepatlah pulang.. Aku tidak ingin suamiku datang dan mendapati dirimu masih disini,” pinta Reyna setelah Rivan sudah mengenakan kembali seluruh pakaiannya.
“Masih belum puas?.. dasar guru mesum,” ucapnya ketus saat Rivan memeluk dari belakang.
“aku bukanlah selingkuhan mu, catat itu,” Reyna menepis tangan Rivan.
“Yaa..
Aku akan mencatatnya disini, disini, dan disini..” jawab Rivan sambil menunjuk
bibir tipis Reyna, lalu beralih meremas payudara yang membusung dan berakhir
dengan remasan digundukan vagina.
“Dasar
gila ni cowok,” umpat hati Reyna, yang kesal atas ulah Rivan tetap terlihat
cuek setelah apa yang terjadi.
Reyna
menatap punggung Rivan saat lelaki itu melangkah keluar, hujan masih mengguyur
bumi Jakarta dengan derasnya, dibibir pintu lelaki itu berhenti dan membalikkan
tubuhnya, menampilkan wajah serius.
“Maaf
Rey, sungguh ini diluar dugaanku, semua tidak lepas dari khayalku akan dirimu,
tapi aku memang salah karena mencintai wanita bersuami, Love you Rey..” ucap
Rivan lalu melangkah keluar kepelukan hujan.
“Rivaaan..
Love u too,” teriak Reyna dengan suara serak, membuat langkah Rivan terhenti
“Tapi maaf aku tidak bisa jadi selingkuhanmu.” lanjutnya.
“Tapi maaf aku tidak bisa jadi selingkuhanmu.” lanjutnya.
“Mamaaaaaa,
Elminaaaa pulaaaaang,” teriak seorang bocah dengan ceria, coba mengagetkan
wanita yang sibuk merapikan tempat tidur yang berantakan, gadis kecil itu
langsung menghambur memeluk tubuh Reyna, ibunya.
Usaha
gadis itu cukup berhasil, Reyna sama sekali tidak menduga, Ermina, putri
kecilnya yang beberapa hari menginap ditempat kakeknya dijemput oleh suaminya.
“Ini
buat mama dari Elmina,” ucapnya cadel, menyerahkan balon gas berbentuk amor
yang melayang pada seutas tali. “Elmina kangen mamaa, selamat valentine ya, ma,
Semoga mama semakin cantik dan sehat selalu..”
Wajah
mungil itu tersenyum ceria, senyum yang begitu tulus akan kerinduan sosok
seorang ibu. Reyna tak lagi mampu membendung air mata, menatap mata bening
tanpa dosa yang menunjukkan kasih sayang seorang anak. Sementara dibelakang
gadis itu berdiri suaminya, Anggara, sambil menggenggam balon yang sama.
“Selamat
valentine, sayang,” ucap Anggara, tersenyum dengan gayanya yang khas, senyum
lembut yang justru mencabik-cabik hati Reyna.
Seketika
segala sumpah serapah tertumpah dari hatinya, atas ketidaksetiaannya sebagai
seorang istri, atas ketidak becusannya menyandang sebutan seorang ibu.
“Maafin
Mama, sayang,” ucap Reyna tanpa suara, memeluk erat tubuh mungil Ermina,
terisak dengan tubuh gemetar. “Maafin mama, Pah,”
Tengah
malam, Reyna berdiri dibalik jendela, menatap gulita dengan gundah. Suaminya
dan Ermina telah terlelap.
PING!…
Tanpa
hasrat wanita itu membuka BBM yang ternyata menampilkan pesan dari Rivan.
“Besok
pukul 12 aku tunggu di lab kimia, ”
Jemari
kiri Reyna erat menggenggam tangan suaminya yang tengah pulas tertidur,
sementara tangan kanannya menulis pesan dengan gemetar. “Ya, aku akan kesitu,”