Suatu hari aku mendapat perintah dari bos untuk mendatangi
rumah Ibu Yuli, menurutnya antena parabola Ibu Yuli rusak tidak keluar gambar
gara-gara ada hujan besar tadi malam. Dengan mengendarai sepeda motor Yamaha,
segera aku meluncur ke alamat tersebut. Sampai di rumah Ibu Yuli, aku disambut
oleh anaknya yang masih SMP kelas 2, namanya Anita. Karena aku sudah beberapa
kali ke rumahnya maka tentu saja Anita segera menyuruhku masuk.
Saat
itu suasana di rumah Ibu Yuli sepi sekali, hanya ada Anita yang masih
mengenakan seragam sekolah, kelihatannya dia juga baru pulang dari sekolah.
“Jam berapa sich Ibumu pulang, Nit..?” “Biasanya sih yah, sore antara jam
5-an,” jawabnya. “Iya, tadi Oom disuruh ke sini buat betulin parabola. Apa
masih nggak keluar gambar..?” “Betul, Oom… sampai-sampai Nita nggak bisa nonton
Diantara Dua Pilihan, rugi deh..” “Coba yah Oom betulin dulu parabolanya…” Lalu
segera aku naik ke atas genteng dan singkat kata hanya butuh 20 menit saja
untuk membetulkan posisi parabola yang tergeser karena tertiup angin. Nah, awal
pengalaman ini berawal ketika aku akan turun dari genteng, kemudian minta
tolong pada Anita untuk memegangi tangganya. Saat itu Anita sudah mengganti
baju seragam sekolahnya dengan kaos longgar ala Bali.
Kedua tangan Anita terangkat ke atas memegangi tangga,
akibatnya kedua lengan kaosnya melorot ke bawah, dan ujung krahnya yang
kedodoran menganga lebar. Pembaca pasti ingin ikut melihat karena dari atas
pemandangannya sangat transparan. Ketiak Nita yang ditumbuhi bulu-bulu tipis
sangat sensual sekali, lalu dari ujung krahnya terlihat gumpalan payudaranya
yang kencang dan putih mulus. Batang kemaluanku seketika berdenyut-denyut dan
mulai mengeras. Sebuah pemandangan yang merangsang. Anita tidak memakai BH,
mungkin gerah, payudaranya berukuran sedang tapi jelas kelihatan kencang,
namanya juga payudara remaja yang belum terkena polusi. Dengan menahan nafsu,
aku pelan-pelan menuruni tangga sambil sesekali mataku melirik ke bawah. Anita
tampak tidak menyadari kalau aku sedang menikmati keindahan payudaranya. Tapi
yah.. sebaiknya begitu. Gimana jadinya kalau dia tahu lalu tiba-tiba tangganya
dilepas, dijamin minimal pasti patah tulang. Yang pasti setelah selamat sampai
ke bumi, pikiranku jadi kurang konsentrasi pada tugas.
Aku
baru menyadari kalau sekarang di rumah ini hanya ada kami berdua, aku dan
seorang gadis remaja yang cantik. Anita memang cantik, dan tampak sudah dewasa
dengan mengenakan baju santai ketimbang seragam sekolah yang kaku. Seperti
biasanya, mataku menaksir wanita habis wajah lalu turun ke betis lalu naik lagi
ke dada. Kelihatannya pantas diberi nilai 99,9. Sengaja kurang 0,1 karena
perangkat dalamnya kan belum ketahuan. “Oom kok memandang saya begitu sih..
saya jadi malu dong..” katanya setengah manja sambil mengibaskan majalah ke
mataku. “Wahh… sorry deh Nit… habis selama ini Oom baru menyadari
kecantikanmu,” sahutku sekenanya, sambil tanganku menepuk pipinya. Wajah Anita
langsung memerah, barangkali tersinggung, emang dulu-dulunya nggak cakep.
“Idihh…
Oom kok jadi genit deh..” Duilah senyumnya bikin hati gemas, terlebih merasa
dapat angin harapan. Setelah itu aku mencoba menyalakan TV dan langsung muncul
RCTI Oke. Beres deh, tinggal merapikan kabel-kabel yang berantakan di belakang
TV. “Coba Nit.. bantuin Oom pegangin kabel merah ini…” Dan karena posisi TV
agak rendah maka Anita terpaksa jongkok di depanku sambil memegang kabel RCA
warna merah. Kaos terusan Anita yang pendek tidak cukup untuk menutup seluruh
kakinya, akibatnya sudah bisa diduga. Pahanya yang mulus dan putih bersih
berkilauan di depanku, bahkan sempat terlihat warna celana dalam Anita.
Seketika jantungku seperti berhenti berdetak lalu berdetak dengan cepatnya. Dan
bertambah cepat lagi kala tangan Anita diam saja saat kupegang untuk mengambil
kabel merah RCA kembali. Punggung tangannya kubelai, diam saja sambil
menundukkan wajah.
Aku
pun segera memperbaiki posisi. Kala tangannnya kuremas Anita telah mengeluarkan
keringat dingin. Lalu pelan-pelan kudongakkan wajahnya serta kubelai sayang
rambutnya. “Anita, kamu cantik sekali.. Boleh Oom menciummu?” kataku kubuat
sesendu mungkin. Anita hanya diam tapi perlahan matanya terpejam. Bagiku itu
adalah jawaban. Perlahan kukecup keningnya lalu kedua pipinya. Dan setengah
ragu aku menempelkan bibirku ke bibirnya yang membisu. Tanpa kuduga dia membuka
sedikit bibirnya. Itu pun juga sebuah jawaban. Selanjutnya terserah anda.
Segera kulumat bibirnya yang empuk dan terasa lembut sekali.
Lidahku
mulai menggeliat ikut meramaikan suasana. Tak kuduga pula Anita menyambut
dengan hangat kehadiran lidahku, Anita mempertemukan lidahnya dengan milikku.
Kujilati seluruh rongga mulutnya sepuas-puasnya, lidahnya kusedot, Anita pun
mengikuti caraku. Pelan-pelan tubuh Anita kurebahkan ke lantai. Mata Anita
menatapku sayu. Kubalas dengan kecupan lembut di keningnya lagi. Lalu kembali
kulumat bibirnya yang sedikit terbuka. Tanganku yang sejak tadi membelai rambutnya,
rasanya kurang pas, kini saat yang tepat untuk mulai mencari titik-titik rawan.
Kusingkap perlahan ujung kaosnya mirip ular mengincar mangsa.
Karena
Anita memakai kaos terusan, pahanya yang mulus mulai terbuka sedikit demi
sedikit. Sengaja aku bergaya softly, karena sadar yang kuhadapi adalah gadis
baru berusia sekitar 14 tahun. Harus penuh kasih sayang dan kelembutan, sabar
menunggu hingga sang mangsa mabuk. Dan kelihatannya Anita bisa memahami
sikapku, kala aku kesulitan menyingkap kaosnya yang tertindih pantat
,
Anita sedikit mengangkat pinggulnya. Wah, sungguh seorang wanita yang penuh
pengertian. “Ahhh.. Ahhh..” hanya suara erangan yang muncul dari bibirnya
kegelian ketika mulutku mulai mencium batang lehernya. Sementara tanganku
sedikit menyentuh ujung celana dalamnya lalu bergeser sedikit lagi ke tengah.
Terasa sudah lembab celana dalam Anita. Tanganku menemukan gundukan lunak yang
erotis dengan belahan tepat ditengah-tengahnya.
Aku
tak kuasa menahan gejolak hati lagi, kuremas gemas gundukan itu. Anita
memejamkan matanya rapat-rapat dan menggigit sendiri bibir bawahnya. Hawa yang
panas menambah panas tubuhku yang sudah panas. Segera kulucuti bajuku, juga
celana panjangku hingga tinggal tersisa celana dalam saja. Tanpa ragu lagi
kupelorotkan celana dalam Anita. Duilah.. Baru kali ini aku melihat bukit
kemaluan seindah milik Anita. Luar biasa.. padahal belum ada sehelai bulu pun
yang tumbuh. Bukitnya yang besar putih sekali. Dan ketika kutekuk lutut Anita
lalu kubuka kakinya, tampak bibir kemaluannya masih bersih dan
sedikit kecoklatan warnanya. Anita tidak tahu lagi akan keadaan dirinya,
belaianku berhasil memabukkannya. Ia hanya bisa medesah-desah kegelian sambil
meremasi kaosnya yang sudah tersingkap setinggi perut. Begitulah wanita. Gam-gam-sus
(gampang gampang susah) apa sus-sus-gam (susah susah gampang). Tidak sabar lagi
aku membiarkan sebuah keindahan terbuka sia-sia begitu saja. Aku segera
mengarahkan wajahku di sela-sela paha Anita dan menenggelamkannya di pangkal
pertemuan kedua kakinya. Mulutku kubuka lebar-lebar untuk bisa melahap seluruh
bukit kemaluan Anita. Bau semerbak tidak kuhiraukan, kuanggap semua kemaluan
wanita yah begini baunya. Lidahku menjuluri seluruh permukaan bibir
kemaluannya. Setiap lendir kujilati lalu kutelan habis dan kujilati terus.
Kujilati sepuas-puasnya seisi selangkangan Anita sampai bersih. Lidahku
bergerak lincah dan keras di tengah-tengah bibir kemaluannya.
Dan
ketika lidahku mengayun dari bawah ke atas hingga tepat jatuh di klitorisnya,
Kujepit klitorisnya dengan gemas dan lidahku menjilatinya tanpa kompromi. Anita
tak sanggup lagi untuk berdiam diri. Badannnya memberontak ke atas-bawah dan
bergeser-geser ke kiri-kanan. Segala ujung syarafnya telah terkontaminasi oleh
kenikmatan yang amat sangat dashyat. Sebuah kenikmatan yang bersumber dari
lidahku mengorek klitorisnya tapi menyebar ke seantero tubuhnya. Anita sudah
tidak mengenal lagi siapa dirinya, boro-boro mikir, untuk bernafas saja tidak
bisa dikontrol.
Aku
jadi semakin ganas dan melupakan softly itu siapa. Batang kejantananku sudah
amat sangat besar bergemuruh seluruh isinya. Demi melihat Anita
tersenggal-senggal, segera kutanggalkan modal terakhirku, celana dalam. Tanpa
ba. bi. bu. be. bo segera kuarahkan ujung kemaluanku ke pangkal selangkangan
Anita. Sekilas aku melihat Anita mendelik kuatir melihat perubahan
perangaiku.
Batang
kemaluanku memang kelewatan besarnya belum lagi panjangnya yang hampir
menyentuh pusar bila berdiri tegak. Anita kelihatannya ngeri dan mulai sadar
ingatannya, kakinya agak tegang dan berusaha merapatkan kedua kakinya. “Ampun
Oom.. jangan Ooommm.. ampun Oommm.jangannn…” Tangan Anita mencoba menghalau
kedatangan senjataku yang siap mengarah ke pangkal pahanya. Merasa mendapat
perlawanan, sejenak aku jadi agak bingung, tapi untunglah aku memiliki
pengalaman yang cukup untuk menghadapinya. Segera aku meminta maaf sambil
tanganku kembali membelai rambutnya yang terurai agak acak-acakan. “Nita takut
Oom. Nanti kalau Mama tahu pasti Nita dimarahin. Dan lagi Nita nggak pernah
kayak ginian. Nita juga jadi malu..”
Katanya
setengah mau menangis dan membetulkan kaosnya untuk menutupi tubuhnya. “Jangan
kuatir Nit. Oom tidak bermaksud jahat terhadap kamu. Oom sayang sekali sama
Nita. Dan lagi Nita jangan takut sama Oom. Semua orang cepat atau lambat pasti
akan merasakan kenikmatan hubungan ‘beginian’. Jangan takut ‘beginian’ karena
‘beginian’ itu enak sekali.” “Iya, tapi Nita nggak tahu harus bagaimana dan
kenapa tahu-tahu Nita jadi begini..?” Air mata Anita mulai mengalir dari pojok
matanya. Melihat itu aku segera memeluknya agar bisa menenangkannya.
Kelembutan
tangannya membuat batang kejantananku mulai bergerak membesar, sampai akhirnya
tangan Anita tidak cukup lagi menggenggamnya. Dan Anita kelihatan menikmatinya,
tanpa kuajari lagi tangannya bergerak sendiri. “Ahhh.. enak sekali Nit..
aaahhh.. kamu memang anak yang pintar.. ahhhh..” mulutku tak sanggup menahan
kenikmatan yang mulai menjalari seluruh syarafku. Sementara itu tangan kiriku
mulai meremas payudaranya yang masih tertutup kaos Bali yang tipis. Belum
pernah aku meremas payudara sekeras milik Anita.
Tangan
kananku yang satu meraih kepalanya lalu dengan cepat kulumat bibirnya. Lidahku
menjulur keluar menelusuri setiap sela rongga mulutnya. Hingga akhirnya lidah
Anita pun mengikuti yang kulakukan. Dari matanya yang terpejam aku bisa
merasakan kenikmatan tengah membakar tubuhnya. Segera aku meminta Anita untuk
melepas kaosnya agar lebih leluasa. Dan tanpa ragu-ragu Anita segera berdiri
lalu menarik kaosnya ke atas hingga melampaui kepalanya. Batang kejantananku
semakin berdenyut-denyut menyaksikan tubuh mungil Anita tanpa mengenakan
selembar benang. Tubuhnya yang sintal dan putih bersih membakar semangatku.
Betul-betul sempurna. Kedua payudaranya menggelembung indah dengan puting yang
mengarah ke atas mengingatkanku pada payudara Holly Hart (itu lho salah satu
koleksi Playboy). “Nit, tubuhmu luar biasa sekali.. Hebat!” Pujianku membuat
wajahnya memerah barangkali menahan malu. “Oomm, boleh nggak Anita mencium
‘itu’nya Oom?” Anita tersipu-sipu menunjuk ke selangkanganku.
Rasanya
tidak etis kalau aku menolaknya. Lalu sambil duduk di sofa aku menelentangkan
kedua kakiku. “Tentu saja boleh kalau Anita menyukainya..” Kubikin semanis
mungkin senyumku. Anita pun mengambil posisi dengan berjongkok lalu kepalanya
mendekati selangkanganku. Mulanya hanya mencium dan mengecup seputar kepala
batang kejantananku. Pelan-pelan lidahnya mulai ikut berperan aktif
menjilat-jilatinya. Anita kelihatan keenakan mendapat mainan baru. Dengan rakus
lidahnya menyusuri sekeliling batang kejantananku. Sensasi yang luar biasa
membuatku gemas meremasi kedua payudaranya. “Aaduuhhh… enak sekali Nit..
Teruss.. Nitt, coba ke sebelah sini,” kataku sambil menunjuk ke buah pelirku.
Anita segera paham lalu mejulurkan lidahnya ke pelirku.
Anita
menggerakkan lidahnya ke kanan-kiri atas-bawah. “Oomm, ke kamar Nita aja yuk
biar nggak gerah..” Sahutnya mengajak ke kamarnya yang ber-AC. “Terserah Nita
aja dehh..” balasku. Begitu Anita merebahkan tubuhnya ke spring bed, aku tidak
mau menunggu terlalu lama untuk merasakan tubuh indahnya. Segera kutindih dan
kucumbui. Sekujur tubuhnya tak ada yang kusia-siakan. Terutama di payudaranya
yang aduhai. Tanganku seakan tak pernah lepas dari liang kewanitaannya. Setiap
tanganku menggosok klitorisnya, tubuh Anita menggerinjal entah mengapa. Sementara
itu batang kejantananku seperti akan meledak menahan tekanan yang demikian
besarnya.
Akhirnya
kutuntun batang kejantananku ke arah liang kewanitaan Anita. Liang kewanitaan
Anita yang telah kebanjiran sangat berguna sekali, bibir kemaluannya yang kencang
memudahkan batang kejantananku menyelinap ke dalam. Sedikit-sedikit kudorong
maju. Dan setiap dorongan membuat Anita meremas kain sprei. Kalau Anita merasa
seperti kesakitan aku mundur sedikit, lalu maju lagi, mundur sedikit, maju
lagi, mundur, maju, mundur, maju, “blesss…” Tak kusangka liang kewanitaan Anita
mampu menerima batang kejantananku yang keterlaluan besarnya. Begitu amblas
seluruh batang kejantananku, Anita menjerit kesakitan. Aku kurang menghiraukan
jeritannya. Kenikmatan yang
tak ada duanya telah merasuki tubuhku. Tapi aku tetap menjaga irama permainanku
maju-mundur dengan perlahan. Menikmati setiap gesekan demi gesekan. Liang
senggama Anita sempit sekali hingga setiap berdenyut membuatku melayang.
Denyutan demi denyutan membuatku semakin tak mampu lagi menahan luapan gelora
persetubuhan. Terasa beberapa kali Anita mengejankan liang kewanitaannya yang
bagiku malah memabukkan karena liang kewanitaannya jadi semakin keras menjepit
batang kejantananku.
Erangan,
rintihan, dan jeritan Anita terus menggema memenuhi ruangan. Rupanya Anita pun
menikmati setiap gerakan batang kejantananku. Rintihannya mengeras setiap
batang kejantananku melaju cepat ke dasar liang senggamanya. Dan mengerang
lirih ketika kutarik batang kejantananku. Hingga akhirnya aku sudah tidak bisa
bertahan lebih lama lagi. Ketika batang kejantananku melaju dengan kecepatan
tinggi, meledaklah muatan di dalamnya. batang kejantananku menghujam keras, dan
kandas di dasar jurang.
Anita pun melengking panjang sambil mendekap kencang
tubuhku, lalu tubuhnya bergetar hebat. Sebuah kenikmatan tanpa cela, sempurna
Keesokkan harinya aku mendapat telepon dari Ibu Yuli. Perasaanku mendadak
tegang dan kacau, kuatir beliau mengetahui skandalku dengan anaknya. Mulanya
aku tidak berani menerimanya, tapi daripada Ibu Yuli nanti ngomongin semua
perbuatanku pada teman sekerjaku, terpaksa kuterima teleponnya dengan nada
gemetar. Ternyata ibu yuli hanya menanyakan bahwa parabola Ibu sekarang sudah
bagus, dan sekalian Ibu mau nanyakan ongkos servisnya berapa. Tamat